Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya!
Manakah yang lebih penting, mempersembahkan korban atau mengampuni orang yang bersalah kepada kita?
Mengapa mengampuni dan berdamai dengan lawan, itu sangat penting?
Damai yang artinya tenang, tenteram tentu adalah sebuah kata yang menggambarkan sesuatu yang positif.
Tetapi kata damai bisa berarti negatif jika kata tersebut menjelaskan tentang situasi damai, setelah seseorang berurusan dengan polisi lalu lintas.
Karena kedamaian itu terjadi ketika si pelanggar lalu lintas memberikan sejumlah uang kepada polisi lalu lintas.
Itu salah, karena hal tersebut berarti si pelanggar telah menyuap agar pelanggarannya “diampuni”.
Damai dalam relasi kita dengan sesama adalah jika tidak ada dari salah satu pihak yang masih menyimpan kesalahan pihak yang lain.
Jika kemarin kita marah kepada seseorang dan kita tahu bahwa kemarahan kita itu berlebihan, maka kalau hari ini Roh Kudus mengingatkan bahwa orang tersebut menjadi pahit atau kesal karena perilaku kita, maka segeralah kita datang untuk meminta maaf.
Atau kita bisa menulis pesan atau menelepon dan mengatakan permohonan maaf kita.
Dewasa rohani, salah satunya ditandai dengan kerendahan hati.
Mengakui kita bersalah dan meminta maaf adalah salah satu ciri kerendahan hati.
Bukankah kebanyakan orang enggan mengakui kesalahan, apalagi meminta maaf.
Hidup berdamai dengan saudara seiman atau dengan siapa pun, akan terwujud jika kita hidup saling mengampuni.
Matius 5:23-24 ”Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.”
Di mata Tuhan memberikan persembahan itu kurang penting dibandingkan datang kepada saudara seiman dan meminta maaf atas kesalahan yang kita lakukan!
Jadi mana yang lebih rohani: memberikan persembahan atau memberikan pengampunan.
Dari ayat di atas jelas Tuhan menginginkan kita untuk menunda pemberian persembahan, sebelum kita datang, mengatakan kita salah dan meminta maaf atau berdamai dengan orang yang telah kita lukai.
Saudara, dalam kelompok pemuridan ceritakan kapan terakhir engkau meminta maaf kepada kakak, adik, pasangan, orang tua atau anak kita?
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya!
Bagaimanakah seseorang dapat menguduskan nama Tuhan?
Apakah yang dimaksud dengan lepaskanlah kami dari yang jahat?
Bagi orang yang bukan Atheis, yaitu mereka yang percaya bahwa Allah itu ada.
Maka umumnya mereka bersepakat bahwa Allah itu ada di sorga.
Tetapi pandangan tiap-tiap agama terhadap Allah, ternyata berbeda.
Orang Hindu melihat Allah itu sebagai Pribadi yang satu dan dipuja dengan berbagai cara dan jalan berdasarkan etika.
Sedangkan agama Budha tidak terlalu menekankan peran Tuhan sebagaimana halnya agama-agama besar lainnya, tetapi mereka juga tidak mengganggap Sang Budha sebagai Tuhan.
Sebaliknya, Kekristenan justru memiliki penjelasan yang sangat kaya tentang Siapa Allah.
Dia adalah Allah Pencipta, Allah yang adalah Kasih, juga Allah yang menyatakan diri-Nya sebagai Bapa Yang Kekal, Yesus sebagai Putera Tunggal Bapa dan Allah Roh Kudus.
Bagi orang yang belum percaya dan bagi orang Kristen baru, konsep Allah seperti ini tentu tidak mudah dipahami.
Itulah sebabnya dalam doa yang Tuhan ajarkan, maka kalimat pertama didahului dengan: “Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”
Jika dikatakan “Datanglah Kerajaan-Mu”, lalu seperti apakah perwujudan Kerajaan Allah yang hadir di bumi, siapa kah yang akan menghadirkan Kerajaan Allah dan apa dampak dari kehadiran Kerajaan Allah.
Roma 14:17 ”Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.”
Ayat di atas sangat jelas menyatakan bahwa Kerajaan Allah adalah tentang: kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.
Sehingga ketika kita memohon agar Kerajaan Allah datang, maka kita harus dengan sadar untuk mau hidup dalam kebenaran: mau taat dan setia pada tuntunan dan arahan Tuhan bagi hidup kita.
Mau melakukan setiap kebenaran Firman yang kita pahami.
Ketika kita membaca Firman dan ditegur oleh Firman Tuhan, kita mau segera bertobat.
Ketika dinasehati oleh Firman, misalnya nasehat untuk saling mengampuni, kita mau segera mengampuni orang yang bersalah dengan kita.
Itu semua adalah cara praktis untuk kita hidup dalam kebenaran dan jika tidak ada dosa yang disembunyikan, niscaya akan ada damai sejahtera dan sukacita Roh Kudus dalam kehidupan kita.
Dan jika lebih banyak umat Tuhan bersama-sama memiliki sikap seperti ini, maka kemuliaan Kerajaan Allah akan semakin dirasakan oleh lingkungan dimana umat Allah berada.
Saudara, dalam kelompok pemuridan ceritakan pengalamanmu dalam mentaati Firman dan apa yang engkau rasakan setelah bersedia melakukan perintah Tuhan.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya!
Bagaimanakah cara hidup jemaat pertama setelah mereka memberi diri dibaptis?
Bagaimana sikap hati jemaat pertama ketika mereka makan bersama dan saling berbagi?
Apa dampak dari cara hidup jemaat pertama ini?
Jika merenungkan cara hidup jemaat pertama, rasanya luar biasa indah.
Sebuah keadaan yang hari ini tampaknya amat langka untuk ditemukan, bahkan sekalipun di dalam gereja.
Jemaat pertama bertekun dan dengan sehati berkumpul dalam bait Allah untuk mendengarkan pengajaran.
Mereka juga makan secara bergilir dengan GEMBIRA dan TULUS HATI.
Berarti jemaat pertama sungguh-sungguh mempraktekan pengajaran yang mereka terima.
Zaman mungkin sudah berubah, tapi kebutuhan yang sama berlaku bagi semua generasi – kita ingin diterima dan merasakan kasih.
Kita rindu melihat ketulusan dan mengalami sukacita.
Demi kehidupan yang seperti ini, banyak orang rela memberi segalanya.
Jika mereka tidak menemukannya di dalam gereja, mereka akan mencarinya di luar gereja.
Hari-hari ini, untuk mendapatkan pengajaran, kita tidak butuh berkomunitas atau pergi ke gereja karena sudah ada akses youtube atau media sosial dengan nara sumber yang bagus.
Namun, pengajaran yang bagus saja TIDAK CUKUP untuk membuat kita bertumbuh.
Kita perlu mempraktekannya dalam komunitas.
Itu sebabnya ada pemuridan dan persekutuan.
Pengajaran ditambah praktek akan membuat hidup kita memancarkan terang Ilahi.
Tapi pengajaran tanpa praktek akan menciptakan pemberontakan dan kegelapan.
Sebagai gereja hari ini, kita ditantang untuk hidup menyatakan Kristus yang setidaknya seperti cara hidup jemaat pertama: bertekun dalam pengajaran dan mempraktekkan kasih dan pengajaran tersebut.
Dari generasi ke generasi caranya bisa saja berbeda, tetapi esensinya tetap sama; kasih yang tulus dan mempraktekkan setiap firman kebenaran yang kita pelajari sehingga nama Tuhan sungguh dimuliakan.
Diskusikanlah dengan rekan persekutuan atau pemuridan Saudara, bagaimana Saudara bisa mempraktekkan cara hidup jemaat pertama di saat ini dalam komunitas Saudara?
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya!
Pandangan apa yang seharusnya kita pegang agar kita tidak menghakimi?
Mengapa kita tidak seharusnya menyakiti hati saudara kita?
Tentang apakah kerajaan Allah sesungguhnya?
Barangkali Saudara pernah mendengar atau bahkan mengucapkan kalimat ini:
“Ini hidup, hidup saya. Kenapa orang lain ikut-ikutan mengatur? Terserah saya dong saya mau apa!”
Kalimat ini sering diucapkan ketika seseorang kesal karena merasa keputusannya tidak mendapatkan dukungan bahkan diintervensi oleh orang lain.
Sebenarnya kalimat ini masuk akal, karena sebetulnya memang tidak ada yang bisa memaksa kita melakukan sesuatu kalau kita tidak mau.
Tahukah saudara kalau sebenarnya kalimat itu tidak alkitabiah?
Karena bagi orang yang sudah ditebus oleh Kristus, hidupnya bukan lagi milik sendiri tapi milik Tuhan.
Kita perlu bertanya kepada Tuhan dalam seluruh keputusan dan tindakan kita, apa yang Dia mau?
Jemaat di Roma juga mengalami konflik.
Urusannya soal makanan dan hari penting.
Namun mereka tidak bisa mencapai satu pemahaman bersama.
Paulus sampai menasihatkan mereka agar tidak lagi saling menghakimi dan menyakiti hati saudaranya hanya karena makanan.
Inilah Nasihat Paulus:
“Sebab kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.”
“Marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun.”
Bukankah kita pun seringkali bertengkar dengan saudara kita karena urusan-urusan sepele?
Urusan yang kalau direnungkan, tidak perlu setajam itu konfliknya, jika sama-sama mau mengikut Kristus dan mengikuti nasihat Paulus ini.
Mari Saudara, kita sama-sama belajar membangun diri mengejar kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.
Marilah kita saling mengasihi dan saling membangun karena Kristus telah mati dan bangkit bagi kita semua untuk mewujudkannya.
Adakah konflik yang perlu Saudara bereskan dengan keluarga jasmani atau rohanimu? Mari doakan dan datangi Saudaramu agar damai sejahtera dan kasih mengalir.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya!
Apa yang terjadi ketika kita menerima keselamatan?
Siapakah Yesus dalam bangunan rumah Allah?
Apa proses yang perlu kita alami ketika kita menjadi tempat kediaman Allah?
Setiap orang yang sudah ditebus oleh Yesus umumnya memiliki dua keluarga.
Satu adalah keluarga jasmani yang Tuhan berikan sejak kecil, dan satunya lagi adalah keluarga rohani yang Tuhan berikan untuk mengiringi proses pertumbuhan rohaninya.
Setiap orang sebenarnya punya pemahaman sendiri tentang konsep keluarga, bergantung kepada bagaimana ia dibesarkan di tengah keluarga jasmani maupun lingkungan sosialnya.
Namun demikian, kebanyakan orang punya harapan yang sama ketika mendengar kata KELUARGA.
Kita berharap dalam keluarga ada penerimaan, kasih, saling tolong, dan pengampunan.
Proses untuk mencapai harapan tersebut dalam sebuah keluarga tidaklah mudah.
Jangankan dengan keluarga rohani yang baru ketemu setelah besar, dengan keluarga jasmani saja yang tumbuh bersama sejak kecil, kita seringkali mengalami pembentukan.
Tetapi inilah kerinduan Tuhan bagi anak-anakNya… agar setiap orang mengalami pertumbuhan di dalam keluarga jasmani dan keluarga rohani yang sehat.
Ingat! Sehat bukan berarti sempurna.
Karena nyatanya tidak ada keluarga yang sempurna di dunia ini.
Menjadi sehat artinya kita tahu siapa yang menjadi Batu Penjuru kita.
Siapa yang perlu kita teladani dan jadikan alasan untuk belajar mengasihi dan memberi diri dibentuk.
Ketika kita berkonflik, kita belajar bahwa bukan kepentingan saya atau dia yang utama, tapi kepentingan Kristus.
Kita paham bahwa setiap kita sedang sama-sama belajar, dan sangat mungkin melakukan kesalahan.
Setiap kita berbeda, tapi Tuhanlah yang menyatukan kita dalam satu keluarga.
Alangkah indahnya, jika keluarga Allah ini sungguh-sungguh terwujud dalam kehidupan kita sebagai satu komunitas rohani.
Biarlah kata keluarga Allah bukan hanya menjadi satu slogan, tapi sungguh-sungguh bisa diwujudkan dan dirasakan oleh setiap kita sehingga nama Tuhan dimuliakan.
Apakah Saudara sudah merasa sebagai satu keluarga dalam komunitas atau gereja Saudara hari ini? Jika belum, apa yang Saudara bisa lakukan untuk mewujudkannya?
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya!
Bagaimanakah sikap kita kepada mereka yang melakukan pelanggaran?
Apa yang perlu kita lakukan untuk memenuhi Hukum Kristus?
Bagaimana kita dapat menipu diri kita sendiri?
Saudara, mari renungkan sejenak.
Ketika ada saudara seiman jatuh ke dalam dosa atau pelanggaran, hal apa yang sering kita lakukan?
Apakah menyebarkan kabar tersebut kepada orang lain ditambah dengan bumbu-bumbu gosip, atau menasehati dan mendoakannya?
Atau bahkan membicarakan dengan orang tertentu dengan dalih mendoakannya namun ternyata menyebar?
Tuhan tidak ingin umatNya hidup saling menghakimi dan bermegah atas kesalahan/kekurangan orang lain.
Sebaliknya, jika ada saudara seiman yang jatuh, maka kita harus dengan lemah lembut menolong orang itu bertobat dari kesalahannya untuk bangkit, sambil menjaga diri sendiri agar tidak ikut terjatuh.
Tidak menghakimi mereka yang jatuh, dan kemudian menolong untuk bangkit kembali, akan menjadi hal yang sulit ketika kita memandang rendah saudara tersebut.
Seringkali, kita menjadi sombong karena merasa diri lebih baik, hanya karena kita tidak jatuh dalam perkara yang sama.
Padahal, bisa saja kita jauh lebih buruk dan sudah jatuh lebih dalam di perkara yang lain.
Itulah sebabnya rasul Paulus mengingatkan kita untuk menguji diri kita sendiri dan semua yang kita kerjakan, bukan menguji pekerjaan orang lain.
Karena hanya Tuhan, yang kudus dan sempurna, yang pantas menguji pekerjaan semua orang.
Setiap orang sebetulnya punya beban dan pergumulannya masing-masing, yang masih diperjuangkan bersama Tuhan.
Kita semua tetap memiliki area pergumulan untuk diperjuangkan sampai garis akhir hidup kita.
Oleh sebab itu, melalui ayat perenungan kita, Tuhan mengingatkan agar kita saling bertolong-tolongan dalam menanggung beban, karena hanya itu caranya agar kita memenuhi hukum Kristus.
Ketika ada saudara kita yang jatuh, maukah Saudara menegur dengan lemah lembut dan rendah hati?
Maukah Saudara menolongnya untuk bangkit kembali?
Maukah saudara menjadi seseorang yang bisa diandalkan dan dipercaya?
Adakah saudara seimanmu yang memerlukan pertolongan? Mari lakukanlah satu tindakan nyata untuk menolongnya.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya!
Apa yang harus kita lakukan terhadap para janda?
Disamakan seperti apa orang yang tidak memelihara sanak saudara dan seisi rumahnya?
Hari ini kita membaca bagian surat Paulus kepada Timotius yang menekankan betapa pentingnya melayani keluarga kita, terutama para janda.
Dan janda di sini tidak hanya sekedar janda, namun Paulus menekankan kriteria janda yang sangat memerlukan pertolongan : berusia 60 tahun ke atas, hanya satu kali bersuami, suka melakukan pekerjaan baik, yang ditinggalkan seorang diri, menaruh harapannya kepada Allahdan bertekun dalam permohonan dan doa siang malam.
Artinya, janda tersebut benar-benar tinggal seorang diri dan tidak dapat mengandalkan siapapun selain Tuhan.
Lalu, bagaimana dengan para janda yang masih memiliki anak atau cucu dalam hidup mereka?
Paulus mengajarkan bahwa itulah saatnya seorang anak dan cucu berbakti kepada orangtua dan nenek mereka, membalas budi mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah.
Kita ada hingga saat ini karena orangtua dan nenek kita yang merawat dan memelihara hidup kita.
Itulah sebabnya Paulus memandang penting untuk kita berbakti kepada orangtua dan nenek kita.
Tuhan sendiri juga memerintahkan agar kita menghormati orangtua kita.
Melalui pembacaan firman hari ini kita belajar bahwa Tuhan memandang serius sebuah pengabdian kepada orangtua, apalagi jika mereka telah menjadi janda.
Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa melayani keluarga sangat penting.
Bagi Saudara yang masih memiliki orang tua, seperti apa penghormatan yang Saudara berikan kepada mereka?
Atau bagaimana hubungan Saudara dengan anggota keluarga lainnya?
Ada beberapa pertanyaan sederhana yang mungkin bisa mengingatkan kita dalam menghargai orang tua kita, maupun anggota keluarga.
Seberapa sering saudara berbincang dengan mereka?
Seberapa sering Saudara bisa tertawa bersama dengan mereka dan menikmati waktu bersama?
Selalu ada kesempatan untuk memulai hal yang baik.
Mari kita belajar kebenaran ini, dan membangun kualitas hubungan yang lebih baik.
Adakah anggota keluarga atau sanak saudara yang perlu diperhatikan oleh Saudara? Mulailah mempraktekkan firman Tuhan ini.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya dan secara khusus hafalkanlah Galatia 6:10!
Mengapa kita tidak boleh jemu-jemu dalam berbuat baik?
Kepada siapakah kita harus berbuat baik?
Berbuat baik adalah menabur di dalam Roh. Apakah yang akan kita tuai ketika kita menabur di dalam Roh?
Kita harus menabur dalam Roh karena kita akan menuai hidup kekal dari Roh itu.
Dan berbuat baik itu adalah hal yang kita tabur dalam Roh karena berbuat baik ada perintah dan pekerjaan Roh di dalam dan melalui hidup kita.
“Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.” (Galatia 6:8).
Oleh karena itu kita tidak boleh jemu-jemu untuk berbuat baik kepada semua orang terutama kepada saudara seiman.
“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.”(Galatia 6:9-10).
Untuk tidak jemu-jemu berbuat baik walaupun ada kendala, maka kita harus hidup penuh Roh.
Karena ketika kita penuh dengan Roh, tidak saja mulut kita penuh dengan perkataan yang membangun tetapi kita dapat merendahkan diri seorang akan yang lain, artinyua kita dapat melayani orang lain, berbuat baik termasuk di dalamnya berbagi kepada saudara seiman.
”Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.”(Efesus 5:18-21).
Dengan demikian kita dapat senantiasa hidup dalam kebenaran yang diberikan oleh Tuhan Yesus bahwa adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima, sehingga kita selalu membagikan sesuatu kepada orang lain terutama saudara seiman dengan tulus ikhlas.
”Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kisah Para Rasul 20:35).
”Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.”(Efesus 4:28).
Marilah kita senantiasa hidup dengan berbagi kepada saudara seiman yang menyatakan bahwa kita adalah keluarga Allah.
Diskusikanlah dalam komunitas saudara bagaimana saudara senantiasa membangun kehidupan yang senantiasa berbuat baik dalam hal berbagi kepada orang lain.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya dan secara khusus hafalkanlah Matius 20:28!
Apabila kita ingin menjadi yang terbesar diantara banyak saudara maka kita harus menjadi apa?
Apabila kita ingin menjadi terkemuka diantara banyak saudara maka kita harus menjadi apa?
Apakah teladan Yesus bagi kita sehingga Dia harus ditinggikan dan dimuliakan oleh banyak saudara?
Yesus mengajarkan murid-murid-Nya tentang bagaimana mereka harus hidup dalam melayani dalam Kerajaan Allah.
Dalam kerajaan dunia, pemerintah memerintah dengan tangan besi dan para pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas orang-orang.
Namun dalam Kerajaan Allah, jika kita ingin menjadi besar diantara banyak saudara maka kita harus menjadi pelayan, dan jika kita ingin menjadi terkemuka maka kita harus menjadi hamba.
Sehingga dalam rumah Tuhan kita harus memiliki hati hamba atau karakter hamba dalam melayani.
Hal tersebut telah dilakukan oleh Yesus selama Ia ada di bumi.
”Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Matius 20:28).
Untuk memahami dan berjalan dalam prinsip kebenaran yang dihidupi oleh Yesus maka kita harus terlebih dahulu mati terhadap kepentingan diri sendiri dan mau memberi diri untuk kepentingan orang lain.
”Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”(Filipi 2:3-4).
Orang-orang yang mementingkan diri sendiri tidak mungkin mereka dapat melayani orang lain kareana mereka ingin diutamakan, diperhatikan dan dihargai dan sikap seperti ini tidak mungkin dapat mengasihi orang lain.
Sementara untuk melayani orang lain kita harus memiliki kasih yang dalam kepada orang lain, yang didalamnya kita harus memberi waktu buat orang lain, tenaga bahkan harta kita termasuk akhirnya adalah nyawa kita.
”Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.” (I Petrus 4:10).
Dan bagi kita yang memiliki kehidupan yang mengutamakan melayani orang lain daripada dilayani maka Allah akan menghormati kita.
”Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.” (Yohanes 12:26).
Diskusikanlah dalam komunitas saudara bagaimana saudara dapat menghidupi kehidupan yang mau melayani dan bukan dilayani.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya dan secara khusus hafalkanlah Filipi 2:8!
Sebagai keluarga Allah maka pikiran dan perasaan siapakah yang harus kita taruh dalam pikiran dan perasaan kita?
Coba saudara jelaskan bagaimana pikiran dan perasaan yang ada di dalam Kristus itu?
Dalam keadaan Yesus sebagai manusia apakah bukti kehambaan-Nya kepada Bapa?
Yesus telah membuktikan kehambaan-Nya kepada Bapa yang menjadi teladan bagi kita. Kehambaaan yang sejati itu dilakukan-Nya dengan merendahkan diri dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
”Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Filipi 2:8).
Kunci keberhasilan Yesus adalah karena Dia telah mengosongkan dan mengambil rupa seorang hamba, tidak memiliki tujuan dan agenda pribadi tetapi hanya tujuan dan agenda Bapa yang ada pada Yesus, mati terhadap tujuan dan ambisi pribadi.
Sebagai orang yang mengikut Yesus kita pun harus memilki pandangan yang sama seperti Yesus sehingga kita pun dapat taat sampai mati.
Kita harus memulai bahwa kehidupan kita bukan diri kita lagi tetapi Allah yang memiliki hidup kita.
”Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Galatia 2:20).
Pemahaman ini penting sehingga kita memiliki kehidupan untuk Tuhan kita yaitu Yesus Kristus karena kita telah mati bagi yang lain.
”Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus.” (Galatia 2:19).
”Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.”(Galatia 5:24).
”Sebab itu, saudara-saudaraku, kamu juga telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus, supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, agar kita berbuah bagi Allah.”(Roma 7:4).
Dengan pemahaman bahwa kita adalah milik Kristus dan kita telah mati bagi Kristus karena hidup kita telah disalibkan bagi Yesus maka kita dapat hidup dan taat sampai mati seperti Yesus.
Kita tidak memiliki kehidupan untuk diri sendiri dan hanya untuk Yesus karena kita telah mati.
”Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.” (Roma 6:6).
Diskusikanlah dalam komunitas saudara bagaimana saudara dapat hidup dan taat sampai mati seperti Yesus.