Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa yang menjadi alasan agar kita jangan lupa memberikan tumpangan kepada orang lain?
Apa pula yang menjadi alasan agar kita selalu ingat kepada kepada orang-orang hukuman dan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang?
Apa yang hendaknya kita hormati dan apa yang kita tidak boleh cemarkan? (ayat 4)
Perintah apa yang harus kita lakukan di ayat 5?
Kasih persaudaraan yang tercantum di Ibrani 13:1 merupakan perintah kepada penerima atau pembaca mula-mula supaya mereka memelihara kasih dan hidup di dalam kasih.
Kasih persaudaraan dalam bahasa aslinya berasal dari gabungan dari kata “Fileo” yang artinya kasih tulus dan murni tanpa menuntut imbalan apa-apa dan “delpho” yang artinya ikatan persaudaraan yang erat.
Jika kedua kata tersebut digabungkan maka menjadi kata “Filadelfia” yang menggambarkan kasih persaudaraan.
Kehidupan jemaat mula-mula yang percaya kepada Kristus pada saat itu sebenarnya sudah saling mengasihi satu dengan yang lainnya, namun karena adanya aniaya dan kesesakan karena Iman percaya mereka, maka penulis Ibrani perlu mengingatkan kembali agar mereka harus tetap menjaga kasih persaudaraan yang sudah terjalin diantara mereka, meskipun dalam situasi yang sulit pada masa itu.
Hal ini berlaku juga atas kita, bahwa kasih yang sudah ada di antara jemaat kita saat ini tetap harus dipelihara dengan baik.
Salah satu tindakan sederhana agar kasih tetap terpelihara adalah kita harus menyadari bahwa semua jemaat setara adanya, artinya tidak ada perbedaan usia, jenis kelamin, strata pendidikan, ekonomi, latar belakang keluarga yang membuat kita berbeda dalam mengasihi seseorang.
Atau dengan kata lain jangan pandang bulu dalam kita mengasihi seseorang.
Ayat Ibrani 13:2 ada perintah bahwa kita jangan lupa memberi tumpangan kepada orang lain atau jemaat.
Memang dalam prakteknya tidak mudah jika ada orang lain atau jemaat yang belum kita kenal dengan baik karena kondisi terpaksa mereka tidak memiliki tempat tinggal sementara, kita langsung mempersilahkan mereka untuk tinggal dirumah kita, atau jika kita memiliki rumah tinggal lebih dari satu, kita mau dengan rela memberikan tumpangan secara cuma-cuma.
Untuk kondisi jaman sekarang, tentu kita bisa berdiskusi dengan pasangan dan anggota keluarga yang ada dirumah kita.
Tindakan sederhana lainnya untuk memelihara kasih persaudaraan di antara jemaat yaitu, kita tidak boleh sewenang-wenang dalam memperlakukan orang lain.
Jangan menjadi hamba uang dan jangan juga karena uang yang kita miliki kita menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Sebaliknya dengan uang yang kita miliki, kita bisa membantu orang atau jemaat lainnya yang berkekurangan tanpa meminta imbalan apa-apa.
Dengan beberapa contoh tindakan sederhana diatas, mari kita semua belajar untuk saling mengutamakan, bukan pribadi atau sekelompok orang/jemaat saja, namun untuk seluruh jemaat.
Mari kita terus pelihara kasih persaudaraan yang sudah ada diantara kita semakin erat dengan hati yang murni dan hati yang tulus, tanpa meminta imbalan apa-apa.
Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita. Apakah kita saat ini sudah optimal memelihara kasih persaudaraan diantara kita? Jika Ya, Sudahkah kita melakukannya dengan konsisten? Jika belum, apa yang harus kita lakukan?
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Siapakah yang Daud (Penulis kitab Mazmur) maksudkan dengan orang kudus?
Kelompok orang yang manakah yang bertambah buruk keadaannya?
Mazmur 16 ini didahului dengan kata Miktam, lebih tepatnya Miktam Daud.
Miktam oleh penafsir Alkitab ada yang menyatakan bahwa ini berarti Mazmur Emas karena istimewa, ada yang menyebut, inilah prasasti Daud, sebuah Mazmur yang juga menubuatkan tentang Kristus.
Di Mazmur 16 ini, Daud sesungguhnya sedang dalam pelarian dari musuh-musuhnya.
Dan bagaimana Daud sungguh mengharapkan pertolongan Allah saja. “Jagalah aku ya Allah, sebab kepada Mu aku berlindung!” (Mazmur 16:1).
Dan dalam pelariannya, Daud berjumpa dengan orang-orang yang disebutnya sebagai orang kudus.
Orang-orang baik yang kemudian menjadi jalan bagi Tuhan untuk menguatkan Daud.
Saudara, ada saat-saat dimana Allah mengijinkan kita untuk masuk dalam lembah kekelaman, apakah itu kita mengalami sakit yang parah, mengalami kesulitan ekonomi, kehilangan orang yang kita cintai.
Bagi kita yang mengasihi Tuhan, itu semua bisa kita pahami sebagai cara Tuhan entah untuk berkomunikasi dengan kita, atau sebuah ujian agar kita naik kelas ke tingkat kedewasaan rohani yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana posisi kita, ketika kita melihat ada saudara seiman yang Tuhan izinkan mengalami lembah kekelaman?
Apakah kita akan seperti sahabat Ayub yang turut menghakimi dengan menyatakan bahwa peristiwa tersebut oleh karena Ayub telah berdosa kepada Tuhan?
Dan kecenderungan untuk menghakimi seperti ini, tanpa disadari sering dilakukan oleh umat Tuhan.
Jika kita memang mengetahui dengan persis, penyebab dari kekelaman yang terjadi pada saudara kita, maka kita bisa datang sebagai sahabat untuk mengingatkan, mendoakan dan memberikan pertolongan.
Tetapi jika kita tidak tahu dengan pasti dan hanya berasumsi atau menduga-duga, maka tidak pantas bagi kita untuk datang dan memberikan penghakiman.
Daud dalam kesukaran yang dia hadapi, dia berjumpa dengan orang-orang kudus yang memberikan peneguhan dan pertolongan.
Siapkah kita untuk dipakai Tuhan sebagai orang-orang kudus, yang dapat memberikan penghiburan bagi orang-orang yang sedang mengalami lembah kekelaman?
Saudara, diskusikan dalam kelompok pemuridan apa yang terbaik yang bisa dilakukan ketika engkau mengetahui ada saudara seiman yang mengalami musibah?
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Bagaimana kita dapat menyucikan diri?
Seperti apakah kita dilahirkan kembali?
Setelah kita dilahirkan kembali, dan Tuhan ingin agar kita terus bertumbuh semakin dewasa.
Dan untuk mendukung pertumbuhan rohani ini, kita memerlukan lingkungan yang baru, komunitas yang baru agar kita bisa saling menguatkan.
Komunitas itu bisa kita dapatkan di persekutuan, di gereja dan tentu di rumah, jika banyak anggota keluarga yang telah dilahirkan kembali terlebih dulu.
Tetapi perlu dipahami bahwa komunitas baru ini bukan berarti bahwa kita menjadi eksklusif dengan tidak bergaul sama sekali dengan lingkungan atau orang yang belum menerima Kristus sebagai Juru Selamat.
Kita tetap bergaul dengan mereka tetapi bukan untuk menikmati kesenangan bersama mereka.
Karena jika ini yang menjadi tujuan, maka kita akan sukar untuk hidup dalam kebenaran dan kekudusan, mengingat nilai-nilai yang berbeda yang kita percayai dan lakukan dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Ingat apa yang Firman Tuhan katakan: “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 13:33).
Dalam komunitas umat Allah dimana kita berada, Firman Tuhan menyatakan agar kita hidup dalam persaudaraan yang tulus, seperti yang diungkapkan Rasul Petrus: “Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu.” (1 Petrus 1:22).
Dalam komunitas umat Tuhan yang heterogen, maka akan ada laki-laki dan perempuan, orang yang berbeda secara sosial.
Ada orang yang memiliki harta yang banyak ada juga yang memiliki harta yang secukupnya, malah mungkin tidak memiliki harta sama sekali.
Ada yang berasal dari lingkungan pejabat negara, dan yang lain umumnya dari lingkungan yang bukan pejabat.
Karena heterogenitas ini, maka bisa saja seseorang bisa tidak tulus dalam bergaul.
Misalnya, orang memperlakukan secara istimewa saudara seiman yang seorang pejabat karena dia ingin diberi kemudahan atau akses untuk menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan.
Atau orang memperlakukan orang yang kaya atau berharta sangat banyak dengan berlebihan agar orang kaya tersebut bisa memberikan bantuan keuangan kepadanya.
Atau ketika ada seseorang yang sangat cantik, maka banyak pemuda yang kemudian berebut untuk mencari perhatian.
Bagi kita yang memiliki keistimewaan, apakah karena posisi penting dalam pemerintahan, atau kekayaan yang berlimpah atau wajah yang rupawan, entah itu sangat cantik atau sangat tampan.
Maka kita harus tetap rendah hati, tidak sombong dan tetap mengandalkan Tuhan saja.
Sedangkan, kita yang berada dalam posisi yang sebaliknya, kita harus tetap bisa mengasihi dengan tulus, bukan dengan motif yang tidak murni.
Kita mengasihi bukan karena berharap memperoleh dari orang tersebut, tetapi kita mengasihi karena dia adalah saudara seiman yang perlu dikasihi dan didoakan.
Saudara, diskusikan dalam kelompok pemuridan apa yang terbaik yang bisa dilakukan dalam menjalin pertemanan di kampus, di tempat kerja maupun di lingkungan tempat tinggal.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Siapakah orang yang dimaksudkan Paulus yang memaksa dia untuk bersaksi atas penyertaan Allah bagi dia?
Bagaimana yang dimaksud Paulus bahwa dia tidak berjuang secara duniawi?
Lukas 10:3 ”Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”
Tuhan Yesus mengumpamakan murid-murid-Nya sebagai kawanan domba yang diutus untuk melayani di dunia yang dipenuhi kumpulan serigala.
Dan Alkitab mencatat bagaimana para murid ketika mereka melayani, mereka dihadapkan kepada banyak orang yang tidak percaya, mulai dari orang biasa, para ahli Taurat, orang Farisi hingga mereka yang memiliki jabatan politik.
Dan konsekuensi dari apa yang mereka lakukan, banyak dari antara mereka yang dipenjara, disiksa bahkan dibunuh.
Dengan demikian analogi domba di tengah serigala itu sungguh nyata.
Rasul Paulus juga mengalami hal yang serupa, mereka yang menentang pelayanannya bukan hanya berasal dari masyarakat awam tetapi juga para ahli Taurat hingga para pejabat negara.
Dalam pelayanannya, Paulus menghadapi bahaya yang sangat nyata baik dari penyamun, orang-orang Yahudi maupun bukan Yahudi, juga dari saudara palsu, artinya mereka yang berpura-pura menjadi saudara seiman tetapi sesungguhnya mereka menanti waktu yang tepat untuk mencelakakan Paulus -2 Korintus 11:26.
Lalu apa yang Paulus lakukan untuk menghadapi semua itu? Dalam Kitab 2 Korintus 10:3-4 disebutkan: “Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng.”
Dalam menghadapi bahaya yang mengancam baik secara fisik maupun secara psikis misalnya melalui tuduhan dan fitnah dari saudara palsu.
Paulus tidak membalasnya secara fisik dengan mengangkat senjata, tetapi dengan senjata rohani yang diperlengkapi dengan kuasa Allah.
Apa sajakah senjata rohani tersebut? Dalam suratnya ke jemaat Efesus Rasul Paulus menjelaskan dengan panjang lebar bahwa yang dimaksud senjata rohani tersebut antara lain: ikat pinggang kebenaran, artinya hidup dalam kebenaran.
Jika Paulus tidak hidup dengan benar, dia hanya berpura-pura baik, maka akan sangat mudah bagi para pembenci Paulus untuk menghancurkan kredibilitas Paulus sebagai seorang rasul.
Kita umat percaya saat ini pun sedang diutus oleh Yesus seperti domba di tengah serigala.
Sebagai pegawai misalnya, kita bisa saja diminta oleh atasan kita di kantor untuk melakukan hal-hal yang tidak jujur dan bertentangan dengan nilai Alkitab.
Jika terjadi seperti itu, betapa yang dibutuhkan adalah hikmat Tuhan untuk kita bisa menolak dengan tegas tetapi sopan.
Hikmat itu lah salah satu senjata rohani yang kita butuhkan.
Saudara, diskusikan dalam kelompok pemuridan tentang tantangan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana Iblis bekerja dan berusaha untuk menjatuhkan umat percaya melalui berbagai hal yang terjadi di kampus, di tempat kerja, dalam rumah tangga.