Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya dan secara khusus hafalkanlahFilipi 1:5!
Coba sebutkan beberapa sikap yang benar yang dilakukan oleh rasul Paulus untuk pertumbuhan rohani jemaat di Filipi?
Hal apakah yang disyukuri oleh Rasul Paulus terhadap jemaat di Filipi?
Siapakah yang mengerjakan persekutuan dalam berita Injil bagi jemaat di Filipi sehingga mereka mengalami pertumbuhan yang luar biasa?
Injil adalah berita tentang apa yang Yesus telah lakukan buat manusia melalui kematian-Nya, kebangkitan-Nya serta naiknya Yesus ke surga dan duduk di sebelah kanan Bapa.
Dan jemaat di Filipi mengalami persekutuan dalam berita Injil sehingga mereka mengalami pertumbuhan yang luar biasa dan terhindar dari penyesatan dari Injil yang palsu.
Untuk kita mengalami persekutuan dalam berita Injil maka ketika kita lahir baru haruslah merupakan sebuah pewahyuan dari Allah tentang siapa Yesus buat kita.
“Dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar.”(Efesus 1:17).
“Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.”(Matius 16:16-17).
Hal-hal apakah yang perlu kita pahami tentang Injil sehingga kita harus senantiasa mengalami persekutuan dalam berita Injil:
Pahami bahwa kematian Yesus telah memusnahkan kuasa iblis sehingga kita memiliki kehidupan Yesus.”Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut.”(Ibrani 2:14).”Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.”(Roma 6:4);
Pahami bahwa kebangkitan Yesus, Ia memusnahkan keberadaan iblis dan Yesus menghancurkan kuasa maut dan telah memegang kunci kerajaan maut sehingga kita memiliki kehidupan baru yaitu kehidupan Yesus.“Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita,dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib.”(Kolose 2:13-14).
Dengan persekutuan dalam berita Injil yang kita bangun melalui diwahyukannya akan kematian dan kebangkitan Yesus bagi kita, maka pengenalan kita akan Tuhan menjadi berhasil dan tidak dapat digoncangkan dan disesatkan oleh ajaran-ajaran dunia ini.
Pada akhirnya kita akan mengalami kepenuhan Kristus sehingga rupa Kristus menjadi nyata dalam kita.
“Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.” (Efesus 1:23).
Oleh sebab itu marilah kita senantiasa bersekutu dengan Yesus sampai kehidupan Yesus, Injil itu dicetak dalam batin, pikiran dan perbuatan kita.
Diskusikanlah dalam komunitas saudara bagaimana saudara membangun persekutuan dalam berita Injil yang membuat saudara tetap berkobar-kobar dalam mengikut Yesus!
PEMBERITAAN KERAJAAN ALLAH YANG MENGHASILKAN SUKACITA
Penulis : Pnt. Leonardo Mangunsong
Pembacaan Alkitab Hari ini :
KISAH PARA RASUL 8:5-8
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya dan secara khusus hafalkanlah Kisah Para Rasul 8:8!
Siapakah yang diberitakan oleh Filipus di Samaria?
Hal apakah yang menyebabkan orang-orang di Samaria dengan bulat hati menerima berita Injil yang disampaikan oleh Filipus?
Apakah yang dialami oleh orang-orang di Samaria setelah mereka menerima berita Injil?
Injil adalah Kabar Baik, dimana Yesus telah mati dan bangkit bagi dunia ini sehingga maut tidak lagi dapat berkuasa atas dunia ini.
Kematian-Nya telah membinasakan iblis yang berkuasa atas maut dan kebangkitan-Nya telah menghidupkan kita yang telah mati karena maut.
Karena upah dosa adalah maut.
“Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.”(Ibrani 2:14-15).
Dengan dibebaskannya manusia dari maut berarti dosa, kelemahan dan sakit penyakit, kemiskinan dan kegagalan serta iblis tidak dapat berkuasa lagi atas manusia sehingga manusia berhak dengan kesembuhan dari sakit penyakit, tidak lagi diperbudak oleh setan dan kuasa dosa dan mengalami kemerdekaan penuh dan sejati.
Itulah sebabnya pemberitaan Injil Kerajaan Allah akan membuahkan sukacita seperti yang dialami oleh orang-orang di Samaria melalui kedatangan Filipus kesana dimana orang-orang yang ada di Samaria dilepaskan dari kuasa iblis serta banyak yang mengalami kesembuhan dimana orang lumpuh dan timpang dapat berjalan dengan normal.
Dan Firman Tuhan juga menyatakan bahwa Injil Kerajaan Allah memberi kelegaan bagi orang yang percaya kepada Yesus.
“Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankan-Nya dahulu dengan perantaraan nabi-nabi-Nya, yaitu bahwa Mesias yang diutus-Nya harus menderita. Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan, agar Tuhan mendatangkan waktu kelegaan, dan mengutus Yesus, yang dari semula diuntukkan bagimu sebagai Kristus.”(Kisah Para Rasul 3:18-20).
Yesus pun membawa sukacita bagi orang-orang yang ada di Kapernaum, ketika Ia membangkitkan orang yang lumpuh dan memberitakan pengampunan dosa kepada orang lumpuh di Kapernaum, sehingga orang-orang memuliakan Allah
”Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” — berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu —: “Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” Dan orang itu pun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu, sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah, katanya: “Yang begini belum pernah kita lihat.”(Markus 2:10-12).
Marilah kita memberitakan Injil Kerajaan Allah sehingga kota kita dan tempat dimana kita berada mengalami sukacita karena banyak orang yang dilepaskan oleh kuasa Injil dalam nama Yesus sehingga kita juga mengerjakan tujuan gereja sepanjang tahun ini yaitu mencapai 2000 orang murid di gereja kita.
Diskusikanlah dalam komunitas saudara pengalaman tentang Injil Kerajaan Allah yang saudara beritakan membawa sukacita bagi banyak orang!
TANDA DAN MUJIZAT DALAM PEMBERITAAN KERAJAAN ALLAH
Penulis : Pdt. Saul Rudy Nikson
Pembacaan Alkitab Hari ini :
KISAH PARA RASUL 8:9-17
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa tujuan mujizat dan tanda yang dilakukan oleh Filipus di Samaria?
Mengapa respons Simon (yang sebelumnya diagungkan) terhadap pekerjaan Filipus dan kemudian para rasul begitu penting?
Apa signifikansi peristiwa turunnya Roh Kudus *setelah* orang-orang Samaria percaya dan dibaptis?
“Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus, dan mereka memberi diri mereka dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan” (Kisah Para Rasul 8:12).
Perikop ini terjadi setelah penganiayaan terhadap jemaat di Yerusalem yang memicu penyebaran orang percaya (Kisah Para Rasul 8:1,4).
Filipus, salah satu dari Tujuh Diaken (Kisah Para Rasul 6:5), pergi ke Samaria – wilayah yang dipandang rendah oleh orang Yahudi karena perbedaan etnis dan agama.
Di sana, ia bertemu dengan Simon, seorang penyihir yang sangat berpengaruh dan dianggap sebagai “Kuasa Allah yang disebut Besar”.
Konteksnya menunjukkan perluasan Injil melampaui batas Yerusalem dan Yahudi, memasuki wilayah yang dianggap “terkutuk”, dengan tantangan dari kuasa okultisme yang mapan.
Filipus datang ke Samaria dan “memberitakan Mesias”. Bagian penting dari pelayanannya adalah “tanda-tanda” dan “mujizat-mujizat” yang ia lakukan: mengusir setan dan menyembuhkan orang lumpuh serta lumpuh.
Tujuan mujizat ini jelas:
1) Menarik perhatian orang banyak (“orang banyak itu memperhatikan”) yang sebelumnya terpikat pada Simon.
2) meyakinkan bahwa pesan Filipus sebagai berasal dari Allah yang benar, melebihi kuasa sihir Simon.
3) Menunjukkan kuasa Kerajaan Allah yang mengalahkan kuasa kegelapan (setan) dan memulihkan kehancuran (penyakit).
Mujizat bukanlah tujuan akhir, tetapi bukti pendukung yang membuka pintu bagi pemberitaan Injil dan menegaskan kebenarannya.
Respon Simon sangat krusial. Ia sendiri “percaya” dan dibaptis.
Namun, motivasinya tampak bermasalah: ia “selalu mengikuti Filipus” dan “takjub” melihat mujizat dan tanda-tanda besar yang terjadi.
Ketertarikannya terfokus pada kuasa itu sendiri, bukan pada Kristus yang diberitakan.
Hal ini menjadi bibit masalah yang akan muncul kemudian. Kedatangan Petrus dan Yohanes dari Yerusalem menunjukkan pentingnya persatuan jemaat dan otoritas para Rasul dalam masa peralihan.
Mereka menemukan bahwa orang Samaria yang telah percaya dan dibaptis belum menerima Roh Kudus.
Melalui doa dan penumpangan tangan para rasul, Roh Kudus turun atas mereka.
Kisah di Samaria mengajarkan kita prinsip penting tentang tanda dan mukjizat dalam misi Kerajaan Allah:
1) Tujuan Utama: Meneguhkan Injil dan Memuliakan Kristus.
Mujizat bukanlah pertunjukan atau cara mencari ketenaran (seperti Simon).
Tujuannya adalah membuktikan kebenaran Kabar Baik tentang Yesus Kristus dan kuasa-Nya atas dosa, setan, dan penderitaan, sehingga orang percaya kepada-Nya.
2) Bahaya Penyalahgunaan: Ketertarikan pada Kuasa, Bukan pada Kristus.
Kita harus waspada terhadap motivasi yang salah – keinginan untuk memiliki atau mengontrol kuasa ilahi demi status, pengaruh, atau keuntungan pribadi (semangat Simon).
Fokus harus tetap pada Kristus dan keselamatan yang Dia tawarkan.
3) Roh Kudus adalah Pemberian Allah, Bukan Hasil Manipulasi.
Pencurahan Roh Kudus adalah karya kedaulatan Allah, bukan sesuatu yang bisa dibeli (Simon) atau dihasilkan semata-mata oleh ritual manusiawi (baptisan air saja tidak otomatis menghasilkan pengalaman Roh yang penuh dalam konteks ini).
Kita menerima-Nya oleh iman melalui kasih karunia.
4) Peran Komunitas dan Otoritas yang Sehat.
Peran para rasul mengingatkan kita akan pentingnya akuntabilitas, persekutuan yang sehat, dan pengajaran yang benar dalam gereja, terutama terkait manifestasi Roh, untuk mencegah penyimpangan dan menjamin kesatuan.
Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana tanda-tanda dan mujizat diperlukan dalam pemberitaan Injil namun jangan sampai menggeser fokus pada Injil.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa dua tugas utama yang Yesus berikan kepada kedua belas murid-Nya saat mengutus mereka?
Mengapa Yesus melarang murid-murid membawa bekal seperti tongkat, kantong perbekalan, roti, uang, atau dua helai baju?
Bagaimana seharusnya murid-murid menanggapi tempat atau orang yang tidak menerima mereka?
“Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat”. (Lukas 9:6).
Perikop ini mencatat momen penting dalam pelayanan Yesus: pengutusan resmi pertama kedua belas murid-Nya.
Sebelumnya, mereka telah menyaksikan kuasa dan ajaran Yesus (termasuk mukjizat tenangnya badai dan pengusiran setan di Gadara -Lukas 8:22-39).
Kini, Yesus tidak hanya ingin mereka menjadi penonton, tetapi rekan sekerja aktif dalam misi-Nya.
Pengutusan ini terjadi setelah Yesus memanggil mereka dan sebelum peristiwa penting seperti pengakuan Petrus (Lukas 9:18-20) dan transfigurasi (Lukas 9:28-36).
Ini adalah “magang” praktis di bawah otoritas-Nya.
Yesus memulai dengan memberi mereka “kuasa dan wewenang”.
Kuasa ini adalah kemampuan untuk melakukan hal-hal supranatural, sementara wewenang adalah hak legal atau mandat untuk bertindak atas nama Dia.
Untuk apa? 1) Mengusir semua setan, dan 2) menyembuhkan penyakit.
Namun, tujuan utama pemberian kuasa ini bukanlah mukjizat itu sendiri, melainkan untuk mendukung pemberitaan mereka: “memberitakan Kerajaan Allah”.
Penyembuhan dan pengusiran setan adalah tanda yang meyakinkan dan mendemonstrasikan bahwa Kerajaan Allah yang penuh kuasa itu sungguh-sungguh hadir dan sedang bekerja melalui Yesus, Sang Raja.
Perintah Yesus selanjutnya mengejutkan: “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan”.
Larangan membawa tongkat (alat bantu/perlindungan), kantong perbekalan, roti, uang, dan bahkan baju ganti sangat radikal.
Tujuannya jelas: mendorong ketergantungan mutlak pada Allah.
Mereka harus belajar bahwa yang mengutus dan memberi mereka kuasa juga akan menyediakan kebutuhan mereka melalui orang-orang yang menerima kabar baik.
Ini juga menghilangkan penghalang material yang bisa mengalihkan fokus dari misi utama.
Terhadap penolakan, Yesus memberi instruksi tegas: “pergilah dari situ dan kebaskanlah debu dari kakimu”.
Gerakan simbolis Yahudi ini menandakan pemutusan hubungan dan tanggung jawab, menyatakan bahwa penolakan itu terhadap Allah sendiri dan konsekuensinya ada pada mereka yang menolak.
Pesan dan utusan Kerajaan tidak boleh dipaksakan atau diperjualbelikan.
Pengutusan murid-murid pertama ini memberikan prinsip abadi bagi setiap pengikut Kristus yang diutus ke dunia:
1) Mandat Utama: Memberitakan Kerajaan Allah.
Pesan kita bukan tentang diri kita, gereja kita, atau program kita, tetapi tentang pemerintahan Allah yang hadir dalam Kristus, menawarkan keselamatan, pembebasan, dan transformasi.
2) Bersandar pada Otoritas dan Penyediaan Allah. Kita diutus dengan kuasa dan wewenang dari Kristus, bukan dari keahlian atau sumber daya kita.
Ini menuntut ketergantungan yang dalam pada-Nya dalam doa, dan kesediaan untuk menerima penyediaan-Nya.
3) Bersikap Tegas terhadap Penolakan. Sementara kita harus berusaha dengan rendah hati dan sabar, kita tidak perlu memaksakan Injil atau membuang waktu dan energi secara berlebihan di tempat yang terus menolak dan menghina injil.
“Mengibaskan debu” berarti dengan jelas menunjukkan penolakan itu dan konsekuensinya, lalu beralih kepada mereka yang terbuka, tanpa kebencian atau dendam.
Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana caranya mengetahui tempat yang sudah menguning untuk pemberitaan Injil kerajaan Allah.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa perbedaan mendasar antara “roti” yang dimakan nenek moyang (manna) dengan “Roti Hidup” yang Yesus tawarkan?
Mengapa Yesus menggunakan gambaran yang begitu keras dan fisik (“makan daging-Ku”, “minum darah-Ku”) untuk menggambarkan hubungan dengan-Nya?
Apa konsekuensi praktis dalam hidup sehari-hari jika kita sungguh-sungguh percaya bahwa Yesus adalah “Roti Hidup” yang kita butuhkan?
“Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya”. (Yohanes 6:58).
Perikop ini adalah klimaks dari pengajaran Yesus di sinagoga Kapernaum setelah mujizat memberi makan 5000 orang.
Orang banyak mencari Yesus terutama untuk roti jasmani lagi.
Yesus menegaskan bahwa Dia adalah “roti hidup” yang turun dari surga, jauh melebihi manna di padang gurun.
Ayat 48-58 merupakan respons langsung terhadap keraguan dan pertentangan orang Yahudi yang terkejut dan tersinggung dengan klaim Yesus.
Di sini, Yesus memperdalam makna metafora “Roti Hidup” dengan bahasa yang lebih tegas dan radikal tentang makan daging dan minum darah-Nya.
Yesus memulai dengan pernyataan tegas: “Akulah roti hidup”.
Ini bukan sekadar perumpamaan, tetapi pengakuan tentang identitas dan misi ilahi-Nya.
Ia menegaskan kontras mutlak: nenek moyang Israel makan manna (roti dari surga jenis pertama) dan tetap mati secara rohani (ay. 49).
Namun, Dia adalah “roti yang turun dari surga” (ay. 50) yang jenis baru dan sejati.
Siapa saja yang “makan roti ini” – yaitu percaya dan menerima Dia – “akan hidup selama-lamanya” (ay. 51a).
Roti ini adalah “daging-Ku”, yang diberikan Yesus “untuk hidup dunia”, menunjuk pada korban penebusan-Nya di kayu salib.
Yesus adalah satu-satunya sumber hidup kekal yang berasal dari surga.
Kata-kata Yesus menjadi sangat gamblang dan mengejutkan: “Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Tuntutan untuk “makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya”adalah gambaran yang kuat dan kontroversial.
Ini melambangkan
1) Penerimaan Penuh, Bukan sekadar mengagumi, tetapi menerima sepenuhnya pribadi dan karya Yesus (kematian-Nya yang mencurahkan darah bagi pengampunan dosa) ke dalam hidup kita.
2) Ketergantungan Mutlak: Seperti makanan jasmani menjadi sumber tenaga dan hidup fisik, demikian pula persekutuan intim dengan Kristus melalui iman adalah sumber hidup rohani dan kekal.
3) Persatuan yang Mendalam: “Tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia”.
Hubungan makan-minum ini menghasilkan persekutuan yang erat dan saling tinggal antara orang percaya dengan Kristus, menjadi sumber hidup yang berkelanjutan.
Pengakuan Yesus sebagai “Roti Hidup” menuntut respons yang konkret dalam hidup kita:
1) Mengakui Kelaparan Rohani: Seperti tubuh membutuhkan makanan, Kita harus jujur bahwa hanya Kristus yang dapat mengisi kelaparan itu.
2) Menerima dengan Iman: “Makan” dan “minum” Yesus berarti datang kepada-Nya dalam iman, mempercayai bahwa kematian dan kebangkitan-Nya saja yang memberi kita hidup kekal.
3) Hidup dalam Ketergantungan dan Persekutuan dengan Tuhan : Seperti kita makan setiap hari, kita perlu “mengunyah” Firman Tuhan (Alkitab) dan bersekutu dengan-Nya dalam doa secara teratur.
Perjamuan Kudus menjadi peringatan yang kaya akan makna ini – mengingat tubuh dan darah Kristus yang dikorbankan bagi kita.
4) Menjadi jawaban bagi Sesama: Menyadari diri kita sendiri hidup karena “Roti Hidup”, kita terdorong untuk membagikan Kristus dan hidup yang kita terima kepada orang lain yang masih lapar.
Diskusikan dalam kelompok PA saudara, apakah makna perjamuan kudus dengan pernyataan Yesus roti hidup.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apakah yang terjadi pada Krispus?
Apakah tindakan Krispus setelah percaya?
Apakah perintah Tuhan kepada Paulus saat itu?
“Pada suatu malam berfirmanlah Tuhan kepada Paulus di dalam suatu penglihatan: “Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam!” (Kisah Para Rasul 18:9).
Ayat-ayat ini terjadi selama pelayanan Paulus di Korintus, kota Yunani yang terkenal makmur tetapi juga penuh penyembahan berhala dan kehidupan moral yang longgar (Kisah Para Rasul 18:1-7).
Paulus datang dari Atena, tempat ia mengalami respons yang beragam terhadap khotbahnya.
Di Korintus, ia awalnya menghadapi penolakan dari orang-orang Yahudi, sehingga ia memfokuskan pelayanan pada orang-orang non-Yahudi (bangsa-bangsa lain) (ay. 6-7).
Krispus, kepala rumah ibadat, menjadi contoh nyata dari buah pelayanan Paulus di tengah tantangan ini.
Ayat 8 menyoroti dua hal penting terkait tema konsistensi:
1) Waktu (“beberapa waktu lamanya”): Paulus tidak sekadar menyampaikan satu kali khotbah lalu pergi. Ia menetap dan mengajar terus-menerus.
2) Hasil (“banyak orang Korintus… percaya dan memberi diri mereka dibaptis”): Buah ini bukan hasil khotbah sporadis, melainkan pengajaran yang berkelanjutan dan setia.
Kata Yunani diatribō (diterjemahkan “tinggal” atau “menetap beberapa waktu lamanya”) mengandung makna menetap, tinggal, dan melibatkan diri secara intensif.
Konsistensi waktu dan komitmen Paulus menjadi wadah bagi pekerjaan Roh Kudus, sehingga menghasilkan pertobatan signifikan, termasuk Krispus dan keluarganya.
Ayat 9-10 mencatat penampakan Tuhan setelah periode konsistensi Paulus ini.
Tuhan tidak hanya menguatkan Paulus yang mungkin lelah atau takut (ay. 9: “Jangan takut!”), tetapi juga memberikan dua jaminan penting terkait pelayanannya yang konsisten:
1) Perlindungan Ilahi (“sebab Aku menyertai engkau”): Tuhan menjamin kehadiran dan perlindungan-Nya atas Paulus.
2) Buah yang Pasti (“tidak ada orang yang akan menganiaya engkau… sebab banyak umat-Ku di kota ini”).
Janji ini bukanlah jaminan tanpa usaha, melainkan dorongan ilahi bagi Paulus untuk terus mengajar dengan setia, karena Tuhan sendiri yang bekerja di hati banyak orang.
Konsistensi Paulus didasarkan pada janji dan penyertaan Tuhan.
Tema konsistensi Paulus dalam mengajar Firman di Korintus memberikan pelajaran penting bagi kita:
Pertama, buah yang bertahan seringkali membutuhkan waktu dan ketekunan.
Pelayanan yang efektif jarang bersifat instan; ia memerlukan komitmen jangka panjang untuk tinggal, mengajar, dan membangun hubungan, seperti yang Paulus lakukan “beberapa waktu lamanya”.
Kedua, konsistensi lahir dari iman akan janji Tuhan, bukan hanya dari hasil yang terlihat.
Meskipun menghadapi penolakan, Paulus terus mengajar.
Ini mengingatkan kita untuk tetap setia mengabarkan kebenaran, sekalipun hasilnya belum kelihatan, karena Tuhan terus bekerja.
Ketiga, konsistensi membutuhkan keberanian yang ditopang Tuhan.
Ketakutan Paulus (ay. 9) nyata, tetapi Tuhan memberi jaminan penyertaan-Nya.
Dalam mengajar Firman, kita juga akan menghadapi tantangan, kelelahan, atau rasa takut.
Janji penyertaan Tuhan (“Aku menyertai engkau”) adalah sumber kekuatan kita untuk tetap konsisten.
Marilah kita meneladani Paulus: mengabarkan Firman dengan setia, tekun, dan berani, bukan karena hasilnya yang spektakuler, tetapi karena ketaatan pada panggilan dan iman pada janji serta penyertaan Tuhan yang berdaulat atas pekerjaan-Nya.
Diskusikan dengan pembimbingmu, bagaimana caranya menjadi pribadi yang konsisten dalam pemberitaan firman.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apakah yang dimaksud kerelaan hati menerima Firman?
Apakah yang dilakukan orang Yahudi di Berea setelah menerima FIrman?
Apakah perlu mempelajari dan menguji firman yang dikotbahkan hari Minggu?
“….mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian…” (Kisah Para Rasul 17:11).
Ayat-ayat ini terjadi dalam perjalanan misi Paulus yang kedua.
Setelah mengalami pengusiran dan kerusuhan di Tesalonika karena memberitakan Yesus sebagai Mesias (Kisah Para Rasul 17:1-9), Paulus dan Silas tiba di Berea, sebuah kota di Makedonia.
Di sinilah mereka menemukan respons yang sangat berbeda dari komunitas Yahudi setempat dibandingkan dengan kota-kota sebelumnya.
Berea menjadi teladan positif dalam menyambut dan menanggapi pemberitaan Injil, menampilkan sikap hati yang menjadi fokus renungan ini.
Hal pertama yang ditekankan Lukas tentang orang-orang Yahudi di Berea adalah bahwa mereka “menerima firman itu dengan segala kerelaan hati”.
Kata Yunani yang digunakan untuk “kerelaan hati” berarti kesiapsediaan, kerelaan, keinginan yang kuat, atau semangat yang bergairah.
Ini menggambarkan sikap batin yang tulus, antusias, dan terbuka.
Mereka tidak datang dengan prasangka buruk, kebencian, atau keinginan untuk mempertahankan status quo seperti yang terjadi di Tesalonika.
Hati mereka telah disiapkan dan rela untuk mendengar, sekalipun ajaran Paulus tentang Mesias yang menderita dan bangkit itu baru dan berbeda dengan keyakinan mereka sebelumnya.
Kerelaan hati ini adalah fondasi penting bagi setiap orang yang mau diubahkan hidupnya oleh Firman Tuhan.
Kerelaan hati mereka bukanlah sikap pasif atau penerimaan membabi buta. Justru, kerelaan itu mendorong tindakan aktif: “setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci”.
Kata “menyelidiki” berarti memeriksa dengan cermat, menguji secara mendalam, menyelidiki dengan teliti.
Kerelaan mereka untuk menerima Firman diwujudkan dalam kesungguhan untuk menguji Firman yang baru mereka dengar itu.
Mereka menggunakan standar tertinggi yang mereka kenal dan percayai, yaitu Kitab Suci (Perjanjian Lama), sebagai alat uji saat itu.
Mereka melakukannya “setiap hari”, menunjukkan ketekunan, keseriusan, dan komitmen yang lahir dari kerelaan hati yang tulus.
Tujuannya jelas: “untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian”.
Iman yang berdasarkan kerelaan hati adalah iman yang ingin didasarkan pada kebenaran yang kokoh.
Kita perlu belajar seperti jemaat di Berea.
Pertama, kita diajak untuk memeriksa sikap dasar hati kita saat mendengar Firman Tuhan.
Apakah kita datang dengan hati yang rela – bebas dari kepahitan, kekecewaan masa lalu, kesombongan rohani, atau keinginan untuk sekadar mengukuhkan pendapat kita sendiri?
Kedua, kerelaan hati ini harus diwujudkan dalam tindakan.
Seperti orang Berea, kerelaan kita mendorong kita untuk menyelidiki Kitab Suci dengan tekun dan kritis, bukan untuk mencari-cari kesalahan, tetapi untuk menemukan dan mengonfirmasi kebenaran Allah.
Ini berarti meluangkan waktu, membandingkan dengan konteks, dan mungkin mencari pemahaman lebih lanjut.
Ketiga, kerelaan hati juga berarti kesediaan untuk diubah oleh kebenaran yang kita temukan, sekalipun itu menantang zona nyaman atau tradisi kita.
Marilah kita memohon anugerah Tuhan untuk memiliki hati seperti orang Berea: hati yang rela menerima Firman, rela menyelidikinya dengan tekun, dan rela tunduk pada kebenarannya, sehingga iman kita bertumbuh semakin dalam dan berakar kuat di dalam Kristus.
Kerelaan hati adalah pintu gerbang untuk mengalami perubahan hidup oleh Firman yang Hidup.
Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana caranya menguji kebenaran khotbah seperti orang Berea.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa penyebab timbulnya sungut-sungut dari antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Yahudi yang berbahasa Ibrani?
Apa yang telah dilalaikan oleh para rasul dalam pelayanan jemaat mula-mula?
Apa yang dilakukan oleh para rasul?
Apa sebenarnya yang menjadi tanggung jawab utama para rasul?
Saudara, dalam jemaat mula-mula terdapat pembagian hierarki yaitu jemaat, diaken dan penatua jemaat.
Pada waktu itu, para rasullah yang menjabat sebagai penatua jemaat, yakni para tua-tua dalam jemaat mula-mula.
Para penatua adalah para rasul yang menggembalakan jemaat.
Tugas utama mereka adalah pelayanan dalam doa dan Firman.
Para diaken melaksanakan pelayanan meja yakni penatalayanan diakonia, sedangkan jemaat adalah mereka yang sepatutnya dilayani oleh para diaken dan penatua.
Ketika jabatan diaken belum diadakan dan difungsikan, para penatua yaitu para rasul yang menggembalakan seluruh jemaat, maka timbullah masalah:
Kisah Para Rasul 6:1-2“Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: “Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja.”
Pada waktu itu, karena fokus para penatua yaitu para rasul untuk mengajarkan firman Allah dan berdoa, maka pelayanan penatalayanan meja menjadi terabaikan.
Akibatnya, muncul ketidakseimbangan, di mana banyak orang mengalami kekurangan.
Para janda, khususnya dari kalangan Yahudi yang berbahasa Yunani tidak terlayani sepenuhnya.
Ketidakadilan ini menimbulkan sungut-sungut di antara mereka.
Melihat situasi ini, para rasul memanggil seluruh murid untuk berkumpul dan mereka berkata, “Kami tidak merasa puas karena kami harus melalaikan Firman Tuhan demi melayani meja.”
Pelayanan meja yaitu pelayanan diakonia yang dikerjakan oleh para diaken.
Pelayanan ini merupakan tugas utama para diaken yang mencakup pemenuhan kebutuhan praktis jemaat, seperti membagikan makanan kepada para janda dan menjalankan berbagai pelayanan penting lainnya sebagai bentuk dukungan terhadap kehidupan sehari-hari jemaat.
Para rasul memiliki tugas utama yaitu mengajarkan Firman Tuhan dan berfokus pada doa.
Mereka berdoa secara pribadi untuk menerima arahan dari Roh Kudus, serta terlibat dalam doa korporat yaitu doa bersama dengan seluruh pendoa, jemaat dan para pemimpin.
Mereka juga memimpin berbagai bentuk ibadah doa lainnya.
Saudara, para rasul meminta agar dari antara murid-murid dipilih tujuh orang yang dikenal baik dan penuh dengan Roh Kudus untuk melaksanakan pelayanan meja.
Hal ini dilakukan agar para rasul dapat tetap fokus pada pelayanan doa dan pemberitaan Firman Tuhan.
Akibat dari pemilihan ketujuh diaken tersebut, pelayanan kerasulan melalui pemberitaan Firman dan pelayanan meja dapat berjalan dengan baik.
Dan hasilnya adalah:
Kisah Para Rasul 6:6-7“Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka. Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.”
Ketika para rasul memberitakan Firman Tuhan, dan para diaken melayani orang-orang miskin serta melayani kebutuhan banyak orang, maka terjadilah pertumbuhan jumlah murid di Yerusalem.
Bahkan sejumlah imam Yahudi pun menyerahkan diri dan percaya kepada pemberitaan mereka.
Oleh karena itu, apabila kedua fungsi pelayanan dijalankan dengan baik yaitu para penatua sebagai gembala menggantikan para rasul untuk menyampaikan dan mengajarkan Firman Tuhan (Marturia), dan para diaken melaksanakan tugas diakonia mereka, maka Tuhan akan bertindak meneguhkan Firman-Nya dengan tanda-tanda heran dan mujizat.
Orang-orang miskin akan terlayani, dan nama Yesus akan dikenal banyak orang sebagai Mesias dan Juruselamat.
Hal ini akan membawa banyak orang percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Maka, cita-cita dan kerinduan untuk menambah jumlah orang percaya akan terlaksana oleh kasih karunia Tuhan.
Mazmur 133:1-3 “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.”
Mazmur menyatakan suatu ketetapan bahwa kerukunan dan keharmonisan merupakan syarat agar Tuhan memberkati suatu komunitas dengan jiwa-jiwa baru.
Kesepakatan, harmonis, dan kerukunan menjadi dasar bagi berkat kehidupan selama-lamanya.
Berkat itu dinyatakan melalui pertambahan jiwa-jiwa kepada komunitas yang hidup dalam keharmonisan yaitu duduk bersama dengan rukun, tanpa pertengkaran, tanpa perbedaan pendapat yang dibiarkan berkembang menjadi rumor yang menyebabkan ketidakharmonisan, gosip, saling menjelekkan, dan terbentuknya kelompok-kelompok di dalam komunitas.
Para rasul menyadari adanya sungut-sungut di tengah jemaat, maka mereka bertindak dengan cepat dan tepat.
Mereka mengumpulkan semua murid, duduk bersama, dan membicarakan sumber permasalahan tersebut.
Para rasul tidak saling menyalahkan, melainkan dengan rendah hati mengakui kelalaian mereka dalam mengabaikan pelayanan meja, yaitu pelayanan diakonia.
Sebagai tindak lanjut, mereka mengambil langkah konkret dengan mengangkat beberapa murid yang dikenal baik dan penuh Roh Kudus untuk melaksanakan tugas sebagai diaken yaitu melayani kebutuhan praktis jemaat.
Ketika pelayanan marturia (pemberitaan firman) berjalan beriringan dengan pelayanan diakonia (pelayanan kasih), maka akan tercipta komunitas jemaat yang harmonis dan sepakat, serta menghasilkan pertambahan jiwa-jiwa baru.
Oleh karena itu, para pemimpin, marilah kita mengevaluasi komunitas yang kita pimpin.
Apakah mereka benar-benar hidup dalam kesepakatan dan harmonis?
Ataukah mereka terpaksa bersatu hanya karena terus didorong dan diarahkan, sementara perbedaan-perbedaan belum teratasi, belum dibicarakan dan belum ada kesepakatan yang timbul dari kesadaran untuk harmonis, tetapi karena keterpaksaan tunduk dan hormat kepada pemimpin.
Marilah duduk bersama dalam kerukunan dan berdiskusi untuk mencapai kesepakatan.
Itulah yang akan menghasilkan pertumbuhan rohani dan hadirnya jiwa-jiwa baru.
Haleluya, Puji Tuhan, Amin.
Menurut Mazmur 133:1–3, bagaimana cara mencapai kesepakatan, harmonis, dan hidup dalam kerukunan?
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apakah setiap orang muda mudah diremehkan?
Apa yang dapat membuat seorang anak muda dihormati dan dihargai?
Dalam hal apa kita perlu bertekun? Mengapa?
Apa yang menyebabkan seseorang tidak bertumbuh dan tidak mengalami kemajuan dalam hidupnya?
Saudara, Rasul Paulus mengatakan bahwa Timotius sebagai anak rohaninya yang sah.
Lalu, apakah ada anak rohani yang tidak sah? Jika kita perhatikan apa yang dikatakan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus dalam:
1 Korintus 4:14-15“Hal ini kutuliskan bukan untuk memalukan kamu, tetapi untuk menegor kamu sebagai anak-anakku yang kukasihi. Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu.”
Saudaraku, ada banyak anak-anak Tuhan yang menganggap seseorang sebagai bapa rohani, hanya karena sering bertemu atau belajar darinya.
Namun, apakah hubungan seperti itu cukup untuk menjadikannya bapa rohani?
Rasul Paulus dengan jelas menunjukkan bahwa hal itu tidak otomatis demikian.
Banyak orang yang dikenal dan dikagumi, lalu dengan mudah disebut sebagai bapa rohani, tetapi benarkah dia sungguh-sungguh bapa rohaninya?
Oleh karena itu, saudaraku, coba ingat siapa yang memberitakan Injil keselamatan kepadamu?
Siapa yang membimbingmu berdoa untuk menerima Kristus? Nah, dialah bapa rohanimu.
Selain dia, yang lain hanyalah guru, mentor, pembimbing atau apapun sebutan dan istilahnya, tetapi mereka bukan bapa rohanimu.
Dengan tegas dan jelas, rasul Paulus menyatakan hal ini dalam ayat Firman Tuhan di atas.
Saudara, jika kita membaca Alkitab dan merenungkan Firman Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka kita juga akan menemukan pernyataan rasul Paulus tentang anak rohaninya, Timotius.
Timotius memiliki iman yang tumbuh karena ketekunannya membaca Firman Tuhan.
2 Timotius 3:15-16“Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”
Dari ayat-ayat ini, kita melihat bahwa Timotius tidak secara khusus disebut memiliki seorang bapa rohani.
Roh Kuduslah yang menganugerahkan iman kepadanya saat ia membaca Firman Tuhan.
Namun, rasul Paulus menyatakannya dengan tegas:
1 Timotius 1:1-2“Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah, Juruselamat kita, dan Kristus Yesus, dasar pengharapan kita, kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.”
2 Timotius 1:1-2 “Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah untuk memberitakan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus, kepada Timotius, anakku yang kekasih: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.”
Timotius adalah anak rohani rasul Paulus yang sah. Lho, kok bisa?
Dalam suatu kesempatan, rasul Paulus melakukan sesuatu yang menjadikannya sah sebagai bapa rohani Timotius, yaitu:
Kisah Para Rasul 16:1-3“Paulus datang juga ke Derbe dan ke Listra. Di situ ada seorang murid bernama Timotius; ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani. Timotius ini dikenal baik oleh saudara-saudara di Listra dan di Ikonium, dan Paulus mau, supaya dia menyertainya dalam perjalanan. Paulus menyuruh menyunatkan dia karena orang-orang Yahudi di daerah itu, sebab setiap orang tahu bahwa bapanya adalah orang Yunani.”
Jadi, rasul Paulus menyuruh agar Timotius disunat sebagai syarat untuk diakui sebagai orang Yahudi, karena Timotius adalah anak dari seorang ayah Yunani dan ibunya, Eunike, adalah seorang Yahudi.
2 Timotius 1:5“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.”
Jadi, iman yang tumbuh dalam diri Timotius berasal dari ketekunan keluarganya dalam membaca Firman Tuhan.
Hal ini dijelaskan oleh rasul Paulus, bahwa iman yang dimiliki Timotius timbul karena keteladanan keluarganya dalam membaca Kitab Suci.
Sejak kecil, Timotius sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberikan hikmat dan menuntun seseorang kepada keselamatan melalui iman kepada Kristus Yesus.
Oleh karena itu, jelas bahwa Timotius diakui sebagai anak rohani rasul Paulus ketika sang rasul menyunatkannya.
Sebab, Timotius sebelumnya tidak disunat, dan agar ia dapat bergabung dalam rombongan kerasulan Paulus, ia harus melakukannya untuk memenuhi syariat Yahudi.
Sejak saat itu, Timotius menjadi anak rohani rasul Paulus, karena ia tidak memiliki bapa rohani lain.
Saudara, ketekunan dalam membaca Firman Tuhan merupakan kebiasaan yang baik dan patut dilakukan oleh anak-anak Tuhan.
Sebab Firman Tuhan adalah makanan rohani bagi anak-anak Tuhan. Yesus pernah berkata kepada Iblis:
Matius 4:4“Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”
Jadi, membaca dan merenungkan Firman Tuhan merupakan kebutuhan utama bagi pertumbuhan rohani anak-anak Tuhan.
Oleh karena itu, pembacaan Firman, perenungan, dan pelaksanaan kebenaran Firman Tuhan harus menjadi gaya hidup yang baik bagi setiap anak Tuhan.
Haleluya, Puji Tuhan, Amin.
Apa yang menjadi penyebab orang percaya tidak mengalami pertumbuhan rohani?
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa yang dianugerahkan Yesus kepada gereja-Nya?
Apa yang memperlengkapi orang-orang kudus untuk pekerjaan pelayanan bagi pertumbuhan tubuh Kristus?
Apa yang membuat jemaat bertumbuh menjadi dewasa dalam Kristus?
Apa yang menjadi arah pertumbuhan rohani jemaat?
Pelayanan siapakah yang mengikat seluruh tubuh menjadi satu di dalam tubuh Kristus?
Saudara, jemaat atau Gereja Tuhan bukan hanya sebuah organisasi, tetapi juga merupakan organisme yang hidup.
Gereja terdiri dari berbagai bentuk, keadaan, perangai, sifat, dan tingkat pertumbuhan rohani, yang diikat menjadi satu kesatuan melalui peran masing-masing anggotanya.
Karena itu, setiap orang percaya memberikan kontribusi dan sumbangan bagi pertumbuhan tubuh Kristus, dimana ia menjadi salah satu anggotanya.
Setiap orang yang percaya bergabung dalam jemaat atau gereja yang merupakan bagian dari tubuh Kristus di bumi ini.
Setiap orang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan jemaat dimana ia menjadi anggota jemaat.
Karena itu, setiap orang percaya harus menyadari bahwa ia memiliki kontribusi nyata terhadap gereja.
Kontribusi ini hadir melalui keterlibatan aktif yang memiliki pengaruh langsung terhadap pertumbuhan jemaat.
Dengan demikian, pengaruh atau kontribusi setiap orang akan sejalan dengan keadaan rohaninya.
Hal inilah yang menjadi alasan Yesus menganugerahkan jabatan dan jawatan tertentu kepada orang-orang percaya, agar mereka menjadi alat Kristus untuk memperlengkapi dan mengajar sesama orang percaya.
Tujuannya adalah supaya setiap orang percaya dapat terlibat dalam pembangunan tubuh Kristus, di mana pun mereka berjemaat.
Efesus 4:11-13”Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus”
Jadi, melalui jawatan rasul, nabi, penginjil, gembala dan pengajar, maka setiap orang kudus diperlengkapi agar dapat mengambil bagian dalam pembangunan tubuh Kristus.
Dengan demikian, setiap orang kudus dapat berperan sesuai dengan pertumbuhan dalam kebenaran firman yang telah dihidupinya.
Setiap orang percaya menerima kasih karunia dan dianugerahi karunia-karunia rohani, yang memperlengkapi dirinya untuk berperan dalam pembangunan tubuh Kristus.
Rasul Paulus menuliskan hal ini kepada jemaat di Korintus:
1 Korintus 12:7”Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.”
Jadi, Bapa menganugerahkan karunia-karunia rohani kepada orang-orang kudus untuk kepentingan bersama. Rasul Paulus pernah menasihati anak rohaninya, yaitu Timotius:
1 Timotius 4:12-14”Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar. Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua.”
Saudara, marilah kita memperhatikan nasihat Rasul Paulus di atas, agar kita bertumbuh dalam kerohanian.
Dengan bertekun membaca Firman Tuhan dan terus terlibat dalam pelayanan, kita dapat terus mengobarkan karunia-karunia yang telah dianugerahkan kepada kita melalui nubuat maupun penumpangan tangan oleh Dewan Penatua Jemaat.
Hal ini akan membuat kita bertumbuh dalam kebenaran, mengikuti pertumbuhan menuju kepenuhan Kristus dan semakin dewasa secara rohani.
Pada akhirnya, kita akan menjadi serupa dengan Yesus Kristus, sesuai dengan firman yang diwahyukan oleh Roh Kudus melalui Rasul Paulus:
Roma 8:29”Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”
Jadi, melalui pembacaan Firman Tuhan, doa, dan mengobarkan karunia-karunia rohani yang kita miliki, kita akan terlibat dalam membentuk orang-orang kudus agar menjadi bagian dari tubuh Kristus.
Bersama dengan orang-orang kudus lainnya, kita pun dibangun untuk menjadi serupa dengan Yesus Kristus.
Haleluya, Puji Tuhan, Amin.
Apa saja yang dapat kita lakukan agar kita turut dibangun dan juga membangun Tubuh Kristus yaitu Gereja Tuhan?