Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Mengapa kita tidak boleh lagi hidup dengan cara orang-orang yang tidak mengenal Allah?
Apa akibat kebodohan dan kedegilan hati orang-orang yang tidak mengenal Allah?
Mengapa orang yang tidak mengenal Allah, menyerahkan diri kepada nafsu dan dengan serakah segala macam kecemaran?
Mengapa orang-orang yang mengenal Allah tidak hidup seperti itu?
Saudara, Rasul Paulus pernah menasihatkan jemaat di Korintus agar mereka memperhatikan pergaulan mereka. Dengan jelas, ia menyatakan akibat dari suatu pergaulan bagi anak-anak Tuhan.
1 Korintus 15:33“Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.”
Pergaulan sangat mempengaruhi hidup kita.
Itulah sebabnya Rasul Paulus dengan tegas menegur jemaat di Korintus agar mereka menjaga pergaulan mereka.
Teman yang kita pilih memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan kita.
Sebagai anak-anak Tuhan, dalam ayat-ayat firman Tuhan di atas, Rasul Paulus menasihatkan jemaat di Efesus agar mereka tidak lagi hidup seperti dulu, ketika masih seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah, dengan pikiran yang sia-sia dan pengertian yang gelap.
Orang yang tidak bergaul dengan Tuhan tidak hidup seperti anak-anak Tuhan yang menjalani hidup dalam ibadah dan menyadari bahwa hidup adalah sebuah penyembahan.
Apapun yang kita lakukan seharusnya menjadi perkara rohani dan bentuk penyembahan kepada Tuhan.
Setelah kita lahir baru, Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa kita adalah ciptaan yang baru.
Sebagai ciptaan baru, seharusnya kita memiliki kebiasaan yang baru dan tidak lagi melakukan kebiasaan lama, karena yang lama sudah berlalu dan yang baru sudah datang.
2 Korintus 5:17“.Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”
Oleh karena itu, Rasul Paulus menasihatkan agar anak-anak Tuhan jangan lagi hidup seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah, dengan pikiran yang sia-sia, pengertian yang gelap dan jauh dari persekutuan dengan Allah.
Saudara, oleh karena itu, marilah kita menilai kembali pergaulan kita.
Mari bergaul dengan sesama anak Tuhan agar hidup kita diperkaya dengan masukan yang baik dari mereka.
Alangkah baiknya jika teman-teman dalam komunitas kita adalah anak-anak Tuhan yang memiliki keinginan untuk mengenal Yesus Kristus lebih dalam lagi.
Kita bisa bergabung dalam berbagai komunitas, seperti Komunitas pembaca Alkitab, komunitas berbagi sembako bagi orang miskin yang anggotanya adalah teman-teman segereja, komunitas jalan pagi bersama teman-teman segereja, komunitas gowes dengan sesama anak-anak Tuhan, komunitas bola basket, komunitas badminton dan lain sebagainya.
Dengan demikian, kemungkinan kita juga akan mengalami pertumbuhan rohani, meskipun kegiatan yang dilakukan adalah bersepeda.
Berolahraga bersama teman-teman seiman seperti bersepeda jauh ke luar kota, maka percakapan lebih terjaga, dapat saling mengingatkan dalam hal makanan dan minuman serta kebiasaan lainnya.
Dengan begitu, kita dapat menerapkan apa yang Rasul Paulus katakan kepada jemaat di Korintus dalam kehidupan kita saat ini.
Efesus 4:19-21“Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus”
Jika kita bergaul dalam komunitas yang anggotanya bukan anak-anak Tuhan, terutama bukan dari gereja yang sama, besar kemungkinan kita akan mengalami pencemaran rohani dalam kegiatan komunitas tersebut.
Saat mengikuti kegiatan gowes ke luar kota yang berlangsung selama beberapa hari, pasti akan ada waktu istirahat dan momen bersantai untuk mengobrol.
Dalam percakapan ini, akan terjadi pertukaran ide dan kebiasaan di antara anggota komunitas.
Pemimpin komunitas biasanya akan membicarakan hal-hal yang ia anggap penting atau menarik.
Jika pemimpin ini bukan anak Tuhan, ada kemungkinan ia mengajak anggotanya melakukan sesuatu sesuai keinginannya.
Ketika semua anggota berada jauh dari keluarga, maka godaan untuk melakukan hal-hal yang tidak baik bisa muncul dan berbagai bentuk kecemaran pun dapat terjadi.
Itulah sebabnya sangat penting menentukan dengan siapa kita bergaul.
Pergaulan yang buruk dapat merusak kebiasaan yang baik. Marilah kita bergaul dengan sesama anak-anak Tuhan, terutama mereka yang memiliki kerinduan mendalam untuk mengenal Yesus Kristus, Tuhan kita.
Bersaat teduh bersama dan berdoa bersama dalam komunitas yang beranggotakan sesama anak-anak Tuhan dapat menciptakan kebiasaan baik bahkan hingga merencanakan waktu libur bersama.
Kebiasaan baik ini juga dapat menular kepada seluruh keluarga. Oleh karena kita telah mengenal Yesus Kristus, marilah kita meninggalkan cara hidup lama kita.
Selain itu, mari kita juga mencari teman-teman yang memiliki kehidupan yang sama dengan kita sehingga kita dapat saling mendukung dalam pertumbuhan iman dan pengenalan akan Tuhan Yesus.
Ketika kita memasuki lingkungan baru, seperti kantor atau sekolah, tentu kita akan berkenalan dengan banyak orang.
Oleh karena itu, mulailah berdoa agar Tuhan memelihara kita di tempat tersebut.
Marilah kita mencari teman-teman yang dapat membawa kita semakin mengenal Tuhan Allah melalui pengenalan akan Yesus Kristus dan mendorong kita untuk erat bergaul dengan Roh Kudus.
Hal ini bisa dilakukan melalui pemuridan, persekutuan, komsel, membaca dan merenungkan firman Tuhan serta berdoa baik secara pribadi maupun korporat.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Didalam siapakah ada ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan?
Apa yang membuat Paulus mengalami sukacita?
Apakah perlu kita mencari kepentingan sendiri dan pujian yang sia-sia? Seperti apa bentuknya pujian yang sia-sia?
Apakah kepentingan orang lain perlu juga kita perhatikan? Apa yang dapat kita lakukan?
Kota Filipi adalah koloni Romawi yang terletak di wilayah Makedonia, dan penduduknya sebagian besar adalah orang-orang Yunani, Romawi, dan beberapa orang Yahudi.
Karena latar belakang budaya mereka yang beragam, jemaat Filipi kemungkinan menghadapi tantangan dalam menjaga kesatuan dan harmoni.
Meskipun secara umum jemaat ini dikenal sebagai komunitas yang setia dan mendukung pelayanan Paulus (misalnya, mereka sering membantu Paulus secara finansial), tetap ada potensi konflik internal akibat perbedaan budaya, status sosial, atau ego individu.
Paulus dalam suratnya kepada jemaat Filipi memberikan pesan secara khusus untuk tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian yang sia-sia.
Dalam budaya Yunani-Romawi, pencarian kemuliaan pribadi (gloria dalam Latin) adalah hal yang sangat penting.
Orang-orang sering berusaha mendapatkan penghormatan dan pengakuan dari masyarakat melalui prestasi, status sosial, atau bahkan penampilan luar.
Namun, Paulus menegaskan bahwa sikap ini bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, yang menekankan kerendahan hati dan ketulusan.
Paulus menyadari bahwa Gereja adalah tubuh Kristus, dan setiap anggotanya harus bekerja sama dalam harmoni.
Jika anggota gereja saling bersaing atau mencari keuntungan pribadi, maka kesatuan gereja akan terancam.
Paulus menekankan bahwa kesatuan hanya dapat dicapai melalui kerendahan hati dan tidak mencari kepentingan sendiri.
Surat ini ditujukan kepada jemaat Filipi, itu berarti bahwa mereka bukanlah orang asing yang tidak mengenal kebenaran.
Kondisi jemaat Filipi memberikan pelajaran berharga bahwa ketidaksehatian akibat mementingkan diri sendiri tidak akan pernah membawa jemaat kepada kesehatian dan kesatuan.
Kepentingan sendiri membawa kita fokus pada masalah atau persoalan sendiri serta tidak peduli dengan masalah saudara yang lain bahkan lebih jauh orang lain yang belum mengenal Injil.
Kondisi ini tidak akan membawa kemajuan bagi kita secara pribadi namun juga kemajuan gereja lokal dalam menggenapi amanat agungNya.
Melalui renungan hari ini Roh Kudus mengingatkan kita bahwa kesatuan yang akan membawa kebangunan rohani dimulai dari kerendahan hati untuk memperhatikan kepentingan saudara yang lain dan juga orang-orang yang belum mengenal Kristus.
Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita, bahwa adakah manusia yang tidak pernah berbuat dosa? Siapakah yang sanggup menebus dosa kita? Dan diskusikan hal apa yang harus kita lakukan agar dosa kita ditebus dan kita beroleh keselamatan.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Seperti siapa kita harus menaruh pikiran dan perasaan dalam hidup bersama saudara seiman yang lain?
Apa yang tidak dipertahankan oleh Yesus sesuai dengan perikop yang kita baca hari ini?
Siapa yang mengambil rupa seorang hamba?
Sampai kapan Yesus taat kepada Bapa?
Tidak mudah bagi seseorang yang memiliki kekuasaan dan sekaligus kekayaan mau dihakimi dan disalahkan karena suatu perbuatan yang tidak dilakukannya.
Bahkan pada masa kini dengan mudah seseorang yang memiliki kekuasaan dapat mengadukan pihak lain yang “mencemarkan nama baik” dalam media sosial kepada kepolisian untuk dapat diproses secara hukum.
Mereka dapat menyewa pengacara termahal sekalipun demi mempertahankan reputasi atau kekuasaan mereka.
Bisa dibayangkan bahwa tidak mudah bagi orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kekayaan atau keduanya untuk “merendahkan dirinya” ketika “dicemarkan nama baiknya”.
Yesus memiliki kesetaraan dengan Allah seperti yang dinyatakan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi.
Kita tahu bahwa hingga hari ini tidak seorangpun di muka bumi dapat dianggap memiliki kesetaraan dengan Allah kecuali Yesus.
Kesetaraan dengan Allah artinya tidak hanya memiliki kekuasaan untuk menghukum orang-orang yang bersalah, tetapi juga memiliki kekayaan alam semesta beserta isinya.
Yesus yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai miliki yang harus dipertahankan.
Mengosongkan diriNya dan mengambil rupa seorang hamba, bahkan sejarah mencatat bagaimana Yesus menderita aniaya serta penghinaan dari manusia tanpa melakukan perlawanan sekalipun Dia mampu dan berhak untuk melakukannya.
Saudara, Yesus telah memberikan teladan kepada kita, bagaimana Dia menjalankan perintah Bapa sekalipun punya kekuasaan dan wewenang untuk menindak manusia menyalibkan diriNya.
Yesus bahkan mengampuni mereka karena Dia tahu bahwa mereka tidak menyadari apa yang mereka perbuat.
Mari kita renungkan kembali kehidupan kita, sudahkah kita memahami apa yang menjadi kehendak Bapa dalam hidup kita?
Setiap kita memiliki panggilan khusus dari Bapa, seperti Yesus memiliki panggilan khusus untuk mati dalam penderitaan pada akhir hidupnya, demikian juga kita punya tugas khusus yang harus kita jalankan hingga akhir hidup kita.
Pesan hari ini adalah untuk memastikan bahwa kita sekalipun memiliki segala hal yang baik entah itu jabatan ataupun kekayaan, pastikan bahwa kita meneladani Yesus, siap menderita ketidaknyamanan karena mengikuti kehendak Bapa, sama seperti Yesus dimampukan oleh roh Kudus, demikian juga kita harus mengandalkan Roh Penolong ini, bukan jabatan atau kekayaan kita.
Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita, bahwa adakah manusia yang tidak pernah berbuat dosa? Siapakah yang sanggup menebus dosa kita? Dan diskusikan hal apa yang harus kita lakukan agar dosa kita ditebus dan kita beroleh keselamatan.
TIDAK ADA YANG DAPAT MEMISAHKAN KITA DARI KASIHNYA
Penulis : Anang Kristianto
Pembacaan Alkitab Hari ini :
ROMA 8:35-39
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apakah penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus?
Mengapa kita dapat menjadi lebih daripada orang-orang yang menang?
Apakah maut dapat memisahkan kita dari kasih Allah?
Hingga saat ini tulisan dalam suatu kertas atau buku adalah informasi yang dapat memberikan gambaran peristiwa, pemahaman, pelajaran, mengenai banyak hal dari generasi terdahulu pada generasi berikutnya.
Hal tersebut berlaku juga dengan perkataan-perkataan yang diilhami oleh Roh Kudus yang ditulis dalam lembaran-lembaran kertas oleh para rasul memberikan kita tidak hanya informasi tetapi juga kesaksian nyata kasih Allah dinyatakan kepada manusia pada zaman tersebut.
Tulisan-tulisan yang akhirnya terkumpul menjadi Alkitab sehingga kita bisa membaca bagaimana janji-janji Tuhan dalam tulisan sebelumnya di Perjanjian Lama digenapi dan juga bagaimana murid-murid mengerjakan dan menggenapi perintah atau amanat Kristus.
Dari catatan sejarah dan kesaksian para nabi dan murid-muridNya kita melihat suatu topik besar yang merangkai seluruh tulisan dalam Alkitab yaitu kasih Allah kepada manusia yang tak lekang oleh waktu.
Sejarah mencatat berbagai penindasan, kesesakan, penganiayaan dan bahaya hingga kematian yang terjadi terhadap umat pilihanNya bangsa Israel pada Perjanjian Lama hingga murid-muridNya pada masa Perjanjian Baru.
Berbagai pihak mulai dari raja, pemerintahan, ahli agama, ahli Taurat, orang-orang yang tidak menyukai injil mencoba untuk menganiaya atau bahkan memusnahkan umatNya, namun kasih Allah selalu menyertai mereka.
Kasih Allah merupakan warisan yang tidak ternilai harganya yang mengalir dari generasi ke generasi umatNya, kasih Allah membuat mereka bertahan bahkan bertambah banyak sekalipun mengalami aniaya dan penindasan dalam hidup mereka.
Hari ini kita melayani dalam kelompok pemuridan karena menerima warisan kasih Allah dan juga kerelaan untuk mengalirkan kasih itu kepada orang-orang yang kita layani.
Hari ini tantangan kita mungkin bukan penindasan, tetapi hal lain yang kita sebut kenyamanan dan pergumulan.
Kita mungkin sudah begitu nyaman dan disibukkan dengan pekerjaan atau keluarga, mari kita mengingat kembali bahwa pekerjaan atau keluarga yang Tuhan percayakan adalah sarana untuk kasih Allah sampai kepada dunia.
Manusia dibelenggu oleh banyak pergumulan sejak lahir, dari bayi hingga punya cucu selalu mengalami pergumulan sehingga bisa melupakan tujuan hidup yang sejati yaitu menjadi saluran kasih Allah kepada dunia dengan menjadikan mereka murid-murid Kristus.
Saudara, pergumulan tidak akan pernah selesai selama hidup, tapi kasih Allah harus sampai kepada dunia ini sebelum kita dipanggil pulang.
Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita, bahwa adakah manusia yang tidak pernah berbuat dosa? Siapakah yang sanggup menebus dosa kita? Dan diskusikan hal apa yang harus kita lakukan agar dosa kita ditebus dan kita beroleh keselamatan.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa yang dimaksud dengan akil balig?
Menurut pembacaan kita di kitab Galatia diatas jika seorang belum akil balig, dapatkan kita menerima warisan yang sah menurut hukum?
Kapan waktunya kita bisa dikatakan akil baligh menurut pembacaan kitab Galatia diatas?
Apa perbedaan antara hamba dengan anak, dalam konteks pembacaan kitab Galatia?
Paulus sesuai konteks bacaan menjelaskan bahwa ayat ini bukan berbicara mengenai perubahan dari “hamba menjadi anak”, dan juga bukan menjelaskan status kita “dulu waktu berdosa dan sekarang telah diselamatkan”.
Paulus ingin menekankan bahwa mereka orang-orang Galatia masa itu memang sudah berstatus anak atau sudah percaya, namun mereka kembali kepada kehidupan lamanya.
Mereka masih saja hidup dibawah hukum taurat.
Paulus menegaskan kembali, ketika kita sudah percaya kepada Dia, itu artinya kita juga percaya bahwa Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita -Galatia 3:13.
Ayat ini meyakinkan bahwa seharusnya kita sudah tidak lagi hidup dibawah hukum taurat.
Dengan demikian kita adalah anak yang sudah akil balig “sudah diperhitungkan dewasa”.
Dengan status kita yang sudah akil balig tersebut, kita sudah dianggap layak menjadi anak yang memiliki atau mewarisi hak penuh atas semua janji-janji Bapa kita.
Apa itu janji-janji Bapa? Adalah segala berkat rohani maupun jasmani yang Tuhan sediakan bagi kita, di bumi maupun di sorga.
Masih ingat kisah tentang perumpamaan anak yang hilang (Lukas 15 :11-32)?
Ada satu pernyataan yang menarik dari anak bungsunya yang sudah kembali kepada rumah bapanya “aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa, jadikanlah aku sebagai salah satu upahan bapa” (Lukas 15:19).
Anak bungsunya tahu persis meskipun dia sudah menjadi anak “durhaka” terhadap orang tuanya, namun itu tidak merubah statusnya bahwa dia tetap anak dari bapaknya, bukan menjadi anak orang lain.
Namun kenyataannya anak bungsu tersebut tidak mengetahui akan statusnya bahwa dia anak dari seorang ayah yang kaya.
Dalam prakteknya sering terjadi kita yang sudah berstatus anak Allah namun sikap dan tindakan kita tidak mencerminkan sebagai anak-anak Allah yang sudah akil baligh (“sudah dewasa”).
Kita masih saja dikuasai oleh keinginan daging. Kita masih diperhamba oleh uang, tak jarang anak-anak Tuhan lebih “mencintai uang dan materialisme” dibandingkan dengan mencintai Tuhan.
Kita juga masih sering dikuasai rasa takut dan kuatir yang berlebihan seolah-olah tidak ada penyertaan Tuhan dalam hidup kita.
Kita masih menyimpan rasa sakit hati kepada orang lain, kecewa terhadap banyak hal, sulit mengampuni, sulit untuk meminta maaf, sulit berterima kasih dan kurang bersyukur atas apa yang kita miliki saat ini.
Kita sering jatuh kepada dosa yang sama berulang kali dan lain sebagainya.
Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa kita ini “anak” namun masih bermental “hamba” seperti pernyataan anak bungsu diatas -Lukas 15:19.
Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita. Saat ini kita tahu tentang status kita di hadapan Tuhan yaitu kita adalah anak, namun kenapa kita masih saja bermental “hamba”?
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Siapakah orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah? (ayat 17)
Apa yang diyakini oleh Paulus tentang “penderitaan” pada waktu zamannya, yang juga masih relevan dengan saat ini, dibandingkan dengan kemuliaan yang kita terima kelak?
Apa dan siapa yang dinantikan oleh seluruh makhluk? (ayat 19)
Oleh kehendak siapa yang telah menaklukkan seluruh makhluk kepada kesia-siaan?
Jika kita ditanya, siapa yang mau menderita? Mungkin hampir sebagian besar orang akan menjawab tidak mau! Siapa sih yang mau menderita?
Sejak manusia jatuh kedalam dosa, yaitu pada zaman Adam dan Hawa, manusia sudah mulai menderita.
Penderitaan yang dialami oleh semua makhluk itu berlangsung sampai dengan hari ini.
Penderitaan tidak mengenal suku, bahasa dari negara mana mereka berada, penderitaan juga tidak mengenal usia, jenis kelamin, atau status sosial, kaya atau miskin. Semua kita bisa menderita.
Ada penderitaan terjadi oleh ulah kita sendiri, ada juga penderitaan yang terjadi di luar kendali kita manusia.
Contoh penderitaan oleh ulah kita sendiri: Penghasilan yang kita terima setiap bulan tidak terlalu besar, maka kita sebaiknya dapat mengatur keuangan kita sedemikian rupa, agar kita cukup menghidupi kebutuhan kita selama 1 bulan.
Namun kita tidak mau berusaha mengatur keuangan kita dengan sebaik mungkin, bahkan kita cenderung hidup boros.
Apa yang akan terjadi? kita akan menderita kekurangan setiap bulan, sehingga kita tidak dapat mencukupi kebutuhan kita.
Pada akhirnya sebagai jalan pintas, yang kita lakukan adalah pinjol dan juga kita meminjam uang ke beberapa tetangga atau teman, sebagai solusi untuk menutup kebutuhan hidup sehari-hari.
Pinjam-meminjam tersebut, di banyak kasus ujung-ujungnya beberapa jemaat terlilit dengan hutang-piutang.
Contoh penderitaan yang bukan karena ulah yang kita perbuat: Rumah kita dilanda angin puting beliung, sehingga kita mengalami penderitaan yaitu mengalami kerugian harta benda, masih banyak contoh-contoh penderitaan lainnya.
Setelah melihat contoh diatas, pertanyaan berikutnya, apakah “penderitaan” itu dapat kita hindari?
Tergantung dengan cara kita memandang tentang penderitaan itu sendiri.
Kata “penderitaan” yang dimaksud dalam konteks Roma 8:17, jika kita anak Allah, maka kita adalah ahli waris yang akan menerima janji-janji Allah, jika kita menderita bersama-sama dengan Dia.
Dengan kata lain, dalam konteks ayat ini maka menderita bersama dengan Yesus adalah penderitaan yang tidak bisa kita hindari karena iman kita.
Contoh menderita bersama Yesus: sering sekali karena iman yang kita percayai, juga keteladanan hidup kita yang baik serta berbeda dengan orang yang tidak percaya, kita di sebut kafir.
Darah kita halal untuk dibunuh, kita mungkin juga mendapat persekusi verbal dan perlakuan tidak adil.
Kita enggan memberitakan injil kepada mereka karena takut dengan perlakuan orang-orang.
Ada pula sebagian orang yang sudah percaya kepada Kristus, jika mau memperoleh kedudukan tinggi di suatu instansi/kantor tertentu atau dalam dunia pergaulan anak-anak muda jika kita bisa diterima baik oleh kelompok mereka.
Kita “dipaksa masuk” ke agama mereka.
Dengan kata lain kita harus menjual Iman percaya kita, agar semua jabatan atau kedudukan kita peroleh, kita diterima baik di dalam kelompok mereka.
Tetapi syukurlah, di ayat 18 dijelaskan bahwa penderitaan zaman ini tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan dinyatakan Allah kepada kita kelak.
Jadi saudaraku, apapun penderitaan yang saat ini kita sedang hadapi, tetaplah tenang, percayalah kepada Dia, selalu bersyukur dan terus mengandalkan Dia.
Ada kemuliaan besar yang sedang dipersiapkan Kristus untuk kita, jika kita tetap teguh dan setia di dalam Dia.
Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita, apakah kita pernah dilakukan tidak adil atau dijauhi karena kita menceritakan Nama Yesus kepada teman kantor, teman pergaulan, tempat usaha, sekolah, tetangga kita? Jika Iya, apakah kita masih mau belajar terus untuk menceritakan tentang Dia?