Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya dan secara khusus hafalkanlah 1 Yohanes 3:18!
Apakah bukti dari kehidupan kita yang sudah pindah dari maut ke dalam hidup?
Sama dengan siapakah kita ketika tidak mengasihi saudara-saudara kita?
Coba tuliskan beberapa sikap yang membuktikan bahwa kita mengasihi saudara-saudara kita?
Perintah utama dari Tuhan bagi setiap orang yang percaya adalah mengasihi Tuhan dan sesama manusia.
”Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”(Matius 22:37-39).
”Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.”(Markus 12:33).
”Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” (Lukas 10:28).
Tuhan juga menginginkan agar kita mengasihi saudara-saudara kita dengan segenap hati, segenap jiwa dan akal budi.
Itulah sebabnya kita harus mengasihi saudara-saudara kita tidak hanya dengan perkataan atau lidah tetapi juga dengan perbuatan dan dalam kebenaran, sehingga ketika saudara-saudara kita menderita kekurangan maka kita harus membantu dan menolong mereka.
Hal itu harus kita lakukan karena Yesus telah memberikan teladan bagi kita dimana Ia telah memberikan nyawa-Nya bagi kita, maka kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita tanpa menuntut balas kepada mereka, sehingga di tengah-tengah jemaat Tuhan tidak ada yang kekurangan dan menjauhkan umat Tuhan dari egois dan mementingkan diri sendiri, tetapi lebih mementingkan orang lain.
Begitu pentingnya perintah Tuhan dalam hal mengasihi sesama maka setiap orang yang membenci saudaranya, mereka akan disebut sebagai pembunuh manusia dan setiap pembunuh saudara tidak akan memiliki hidup yang kekal.
Dan ketika kita hidup dalam mengasihi saudara-saudara yang lain maka hal tersebut sebagai bukti bahwa kita sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup dan membuktikan bahwa kita telah beroleh hidup yang kekal.
Oleh karena itu Tuhan ingin agar di tengah jemaat kita tidak menyimpan kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah termasuk kejahatan dalam bentuk apapun terhadap saudara kita.
Tetapi kita harus hidup saling mengampuni dan penuh kasih mesra.
”Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”(Efesus 4:31-32).
Dan wujud mengasihi dalam perbuatan adalah hidup dalam saling bertolongan dan selalu berbuat baik.
”Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.
Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.”(Galatia 6:2,10).
Diskusikanlah dalam komunitas saudara bagaimana saudara mewujudkan kasih saudara kepada saudara seiman dengan perbuatan.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apakah nasihat Paulus untuk kehidupan bersama?
Apakah contoh yang digunakan Rasul Paulus sebagai dasar hidup bersama?
Apakah akibat dari merendahkan diri?
“Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:1-4).
Dalam dunia yang semakin individualistis, mengutamakan kepentingan orang lain adalah tindakan yang tidak mudah. Ini bukan tindakan yang populer.
Banyak orang lebih mencintai dirinya sendiri, seperti yang diingatkan Rasul Paulus kepada Timotius tentang manusia pada akhir zaman: “Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama” (2 Timotius 3:2).
Sifat individualistis bertentangan dengan gaya hidup orang Kristen, yang harus mengutamakan kepentingan orang lain.
Ada sebuah kisah sangat menarik saat perang dunia, tentang perjalanan tiga orang dalam musim dingin/salju yang tebal menuju suatu tempat.
Dalam perjalanan tersebut satu orang sudah sangat lemah dan tidak mampu berjalan lagi karena sakit yang dideritanya.
Kedua orang yang masih sehat berdebat untuk menggendong atau meninggalkan orang sakit tersebut.
Akhirnya Satu orang memutuskan untuk membiarkan orang yang sakit itu dan meninggalkannya.
Sedangkan satu orang lagi memutuskan untuk menggendong orang sakit itu.
Dalam perjalanan yang perlahan karena menggendong temannya yang sakit mereka menemukan teman yang berjalan sendiri mati di tengah jalan karena kelelahan dan kedinginan.
Sedangkan dua orang ini akhirnya tiba di tempat dengan selamat. Orang yang menggendong temannya yang sakit itu selamat karena tubuh mereka saling menghangatkan.
Orang yang tidak mengutamakan kepentingan dirinya sendiri akhirnya selamat.
Saudara, Rasul Paulus mengajarkan jemaat di Filipi untuk memiliki cara hidup seperti Tuhan Yesus, yang memikirkan nasib orang-orang berdosa yang akan binasa.
Tuhan Yesus rela menanggalkan Keilahiannya untuk menebus manusia berdosa.
Demikian juga jemaat diajarkan memiliki cara hidup seperti Tuhan Yesus dalam hidup berjemaat, yaitu mengutamakan kepentingan orang lain.
Hal tersebut juga dipraktikkan oleh jemaat mula-mula; “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. (Kisah Para Rasul 4:32).
Mereka saling membantu karena mereka tidak menganggap diri mereka lebih penting dari yang lainnya.
Saudara, untuk memiliki cara hidup yang mau mementingkan orang lain dimulai dari belajar hidup seperti Tuhan Yesus.
Semakin mengenal Dia dan kasih-Nya, semakin kita mau merendahkan diri dan tidak mementingkan diri sendiri.
Renungkanlah, apakah saudara sudah menjadi pribadi yang mau mementingkan kepentingan orang lain.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Rasul Paulus sedang membicarakan siapa dalam suratnya tersebut?
Apakah hukuman bagi orang yang berdosa?
Apakah ciri orang berdosa yang belum mengenal Allah?
“Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman”.(Roma 2:6-8).
Dalam ayat-ayat di atas, Rasul Paulus sedang membicarakan orang-orang berdosa yang akan dibinasakan karena mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.
Salah satu ciri orang berdosa atau mereka yang belum mengenal Allah adalah hidup mencari kepentingan sendiri atau individualistis atau serakah.
Saudara, sifat individualistis atau keserakahan adalah ciri hidup orang berdosa yang harus kita matikan.
Sekalipun kita sudah lahir baru, masih mungkin memiliki cara hidup individualistis.
Oleh karena itu kita harus secara aktif mematikan cara hidup tersebut: “Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala” (Kolose 3:5).
Manusia lama kita harus ditanggalkan.
Mematikan cara hidup lama saja belum cukup, Rasul Paulus meminta jemaat untuk mengenakan (memakai) cara hidup yang baru.
Jadi, perubahan hidup adalah pilihan yang harus dipilih terus menerus.
Harus diusahakan, seperti kita mengenakan pakaian setiap hari.
“Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian”. (Kolose 3:12-13).
Saudara, ciptaan baru kita memiliki kemampuan untuk memilih cara hidup yang berkenan kepada Allah, salah satunya tidak mementingkan diri sendiri. Hal tersebut dalam dimulai dalam keluarga dan gereja lokal.
Mulailah belajar untuk melihat kepentingan saudara yang sedang kekurangan atau membutuhkan bantuan.
Doakan dan bertindaklah.
Diskusikan dengan rekan-rekan PA, bagaimana belajar untuk tidak mementingkan diri sendiri.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apakah yang dimaksud hikmat dari atas?
Apakah yang dimaksud hikmat dunia?
Apakah hasil dari hikmat dari atas?
“Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat”. (Yakobus 3:16).
Secara umum surat Yakobus pada mulanya ditujukan untuk orang-orang Kristen Yahudi, orang-orang yang pertama bertobat di Yerusalem.
Setelah Stefanus mati syahid dan penganiayaan atas orang-orang Kristen terjadi, mereka kemudian terserak ke berbagai tempat.
Melalui suratnya, Yakobus menguatkan mereka yang sedang teraniaya, memperbaiki pemahaman tentang iman yang menyelamatkan dan hasil-hasil praktis iman mereka dalam hidup yang benar dan perbuatan baik.
Ayat-ayat yang menjadi renungkan kita adalah bagian dari praktis iman Kristen yang baik, terutama terkait menghindari hikmat dunia yang menyebabkan hidup dengan mementingkan diri sendiri.
Hikmat menurut Yakobus ada dua, hikmat dari Tuhan dan hikmat dari dunia ini.
Hikmat dari dunia ini menghasilkan iri hati dan mementingkan diri sendiri, yang pada akhirnya menghasilkan kekacauan dan segala macam kejahatan.
Sedangkan hikmat yang benar berasal dari Tuhan, murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.
Supaya saudara tidak menimbulkan kekacauan dalam hidup, janganlah mau menggunakan hikmat dunia ini dan janganlah bersandar kepada hikmat dunia.
Kejarlah hikmat yang berasal dari Tuhan, hikmat yang mendatangkan berkat.
Saudara, bagaimana cara memperoleh hikmat yang berasal dari Tuhan? Pertama, miliki sikap hati takut akan Tuhan.
Karena permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan.
Kemudian mintalah kepada Tuhan : “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, –yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit–,maka hal itu akan diberikan kepadanya” (Yakobus 1:5).
Hikmat dari Tuhan juga sangat dibutuhkan untuk sebuah kebangunan rohani.
Seperti yang terjadi dalam zaman Salomo: “Seluruh bumi berikhtiar menghadap Salomo untuk menyaksikan hikmat yang telah ditaruh Allah di dalam hatinya” (1 Raja-raja 10:24).
Berbagai bangsa datang kepada Salomo, untuk melihat hikmat Tuhan.
Hiduplah senantiasa dalam takut akan Tuhan, dan mintalah hikmat Tuhan setiap hari.
Diskusikan dalam kelompok PA saudara, bagaimana mendapatkan hikmat Tuhan.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Dengan siapakah Yesus sedang berbicara?
Apakah yang menjadi jawaban Yesus?
Apakah maksud mengasihi diri sendiri?
“Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Matius 22:37-40).
Ayat-ayat di atas adalah jawaban Yesus kepada orang Farisi yang bertanya tentang hukum yang terutama, dengan tujuan untuk menguji Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus lalu menjawab mereka dan mengutip dari Bilangan 6:5 untuk hukum yang pertama dan Imamat 19:18 untuk hukum yang kedua.
Lalu Tuhan Yesus menyimpulkan bahwa seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi bergantung kepada dua hukum itu.
Kedua hukum tersebut adalah esensi dari hukum Taurat dan kitab para nabi.
Markus 12:32-34 menambahkan bahwa ahli Taurat berkata, “Baiklah Guru, engkau mengatakan yang sebenarnya;” dan mereka menyetujui apa yang telah Yesus katakan, dan mengakui bahwa mengasihi Tuhan dan manusia, ini lebih dari sekedar korban bakaran dan pengorbanan; lebih bernilai atau penting.
Yesus, sebagai jawabannya, mengatakan kepada orang Farisi bahwa mereka “tidak jauh dari kerajaan surga;” dengan kata lain, melalui jawaban tersebut mereka telah menunjukkan bahwa siap untuk menerima Injil.
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Ternyata Mengasihi diri sendiri sangat penting.
Sebab kemampuan mengasihi diri sendiri menjadi ukuran untuk mengasihi sesama.
Orang yang tidak mampu mengasihi diri sendiri, tidak memiliki ukuran untuk mengasihi sesamanya.
Contoh orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri; orang yang memaksakan dirinya bekerja melebihi kapasitasnya, sehingga akhirnya jatuh sakit, orang yang memaksakan diri mengendarai motor dalam keadaan hujan, akhirnya sakit, orang yang merokok padahal tahu rokok itu merusak paru-paru.
Mengasihi diri sendiri berarti mengupayakan yang terbaik untuk dirinya, supaya tetap sehat dan bersukacita.
Mengasihi diri sendiri bukanlah sikap mementingkan diri sendiri, atau sikap menyerah kepada keadaan.
Mengasihi diri sendiri berarti menginginkan yang terbaik untuk dirinya.
Kalau kita ingin yang terbaik untuk diri kita, maka kita juga menginginkan yang terbaik untuk orang lain.
Kalau menginginkan diri kita sejahtera, keinginan itu juga muncul untuk mensejahterakan orang lain.
Kalau kita sudah selamat, kita inginkan juga orang lain selamat.
Saudara, mengasihi dalam perjanjian Baru adalah tanpa syarat.
Mengasihi sesama, tidak berdasarkan apa yang mereka sudah lakukan atau beri untuk kita, tetapi apa yang sudah Tuhan lakukan untuk kita.
Kita mengasihi sesama, karena Tuhan terlebih dahulu sudah mengasihi kita.
Diskusikan dengan pembimbingmu, apakah ada konsep mengasihi diri sendiri yang keliru.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apakah yang dimaksud penguasaan diri?
Mengapa harus menguasai diri?
Sebagai buah Roh, apa yang harus dilakukan supaya dapat menguasai diri?
“Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya”. (Galatia 5:22-24).
Rasul Paulus dalam kitab Galatia membedakan antara keinginan daging dan keinginan Roh -Galatia 5:16-18.
Kemudian Rasul Paulus memberikan contoh nyata kepada jemaat di Galatia mengenai perilaku yang muncul dari setiap keinginan tersebut -Galatia 5:19-23 dan mengingatkan mereka bahwa di dalam Kristus mereka telah “menyalibkan daging” -Galatia 5:24.
Mereka sekarang harus hidup sesuai dengan itu, di dalam Roh -Galatia 5:25-26.
Dalam Galatia 5:19-21 Meskipun Paulus berpendapat bahwa perbuatan daging seharusnya “jelas” -Galatia 5:19, dia tetap memberikan daftar contohnya kepada jemaat di Galatia. (Daftar ini tidak lengkap, karena Paulus menutup daftarnya dengan “hal-hal seperti ini.”)
Karena perilaku-perilaku ini adalah bukti bahwa orang yang melakukannya mengikuti keinginan daging -Galatia 5:16, bukan keinginan Roh -Galatia 5:17, orang itu tidak akan mewarisi Kerajaan Allah -Galatia 5:21b. (Perhatikan hubungan Paulus antara warisan dan Roh dalam Galatia 3:14-18; Galatia 4:1-7)
Dalam Galatia 5:22-23 Setelah memperingatkan jemaat di Galatia mengenai perbuatan daging, Paulus kini menasihati mereka untuk bertindak dengan buah Roh, dan memberi mereka daftar contoh lainnya (kali ini positif!).
Ia juga menegaskan bahwa hukum tidak menentang buah Roh.
Buah Roh artinya hasil dari pekerjaan Roh Kudus di dalam diri orang percaya.
Hasil dari persekutuan dengan firman Tuhan dan Roh Kudus, menghasilkan perbuatan yang sejalan dengan Roh Kudus, salah satunya adalah pengendalian diri.
Pengendalian diri adalah kemampuan untuk menundukkan keinginan daging yang memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa.
Pengendalian diri mencakup berbagai hal; membatasi makanan dan minuman demi kesehatan, penggunaan uang, hasrat seksual, hobi dan hal-hal lain yang mungkin dilakukan secara berlebihan.
Saudara, untuk dapat mengendalikan diri, pertama-tama harus memperbaharui pikiran dengan firman Tuhan.
Sebab Setiap tindakan dihasilkan dari pikiran.
Kita harus membaca dan merenungkan firman Tuhan secara konsisten.
Kedua, jagalah pikiran kita dari hal-hal yang jahat; tontonan atau bacaan yang buruk dan pergaulan yang buruk.
Janganlah membersihkan pikiran tetapi mengizinkan yang buruk masuk dalam pikiran kita.
Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana cara membaharui pikiran setiap hari?