Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya dan secara khusus hafalkanlah Mazmur 103:3!
Apakah alasan bagi kita terhadap Tuhan sehingga kita harus memuji Dia dengan segenap batin kita?
Hal-hal apakah yang Tuhan lakukan kepada kita sehingga kita tdiak boleh melupakan kebaikan-Nya?
Apakah yang Tuhan lakukan terhadap segala penyakit kita?
Tuhan telah memberikan kepada kita bangsa-bangsa dan negeri ini menjadi warisan kita juga ujung-ujung bumi.
Dan kita harus membawa kemuliaan-Nya.
Dari pihak Allah memahami bahwa kita dapat mengerjakannya.
Tetapi iblis mencoba menghalangi kita melalui setiap kelemahan kita termasuk sakit penyakit.
Namun kita harus memahami bahwa Tuhanlah yang mengangkat kelemahan kita serta sakit penyakit yang kita alami.
”Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu,
dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk.”(Mazmur 2:8-9).
”Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;
ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.”(Yesaya 53:5).
Beberapa hal yang harus kita pahami sehingga kita dapat mengalami kesembuhan dari segala penyakit yang dapat menghalangi kita untuk membawa kemuliaan bagi dunia ini, yaitu:
Kematian Yesus di kayu salib menghancurkan setiap kelemahan dan sakit penyakit kita yang disebabkan oleh karena dosa. Dan Yesus telah menanggung sakit penyakit kita, sehingga kita berhak mengalami kesembuhan. ”Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.”(I Petrus 2:24).
Melalui kehidupan Yesus Ia membinasakan perbuatan iblis. Selama Yesus hidup di dunia ini, Ia membatalkan semua yang sedang dan sudah iblis lakukan atas kita dan dunia ini sehingga Ia membebaskan kita dan semua orang yang dicengkeram oleh iblis termasuk dari sakit penyakit. ”Yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia.” (Kisah Para Rasul 10:38).
Tubuh kita adalah bait Allah, tempat tinggal Roh Allah sehingga bukan tempat tinggal sakit penyakit dan kelemahan supaya hidup kita dapat memuliakan Tuhan, sehat roh, jiwa dan tubuh kita.”Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?”(I Korintus 3:16).”Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”(I Korintus 6:20).
Dengan demikian dipastikan oleh karena karya Yesus di pastikan kita selalu mengalami kesembuhan.
Diskusikanlah dalam komunitas saudara pengalaman saudara dalam hal kesembuhan sakit penyakit melalui karya Yesus di salib!
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya dan secara khusus hafalkanlah Roma 6:13!
Apa yang tidak boleh berkuasa lagi atas tubuh kita dan apakah tujuannya?
Karena dosa tidak berkuasa kepada siapakah tubuh kita diserahkan?
Apakah tujuan dari tubuh kita diserahkan kepada Allah?
Allah telah memberi negeri ini dan bangsa-bangsa sebagai warisan dan milik pusaka kita.
Kita harus mewujudkannya dan bersama dengan Yesus maka kita dapat mewujudkannya dimana kita akan melihat negeri ini dan bangsa-bangsa akan penuh kemuliaan Tuhan.
Namun iblis melalui kuasa dosa ingin menghambat kita untuk mewujudkannya dan kita harus menyerahkan seluruh anggota tubuh kita kepada Allah agar kita dapat melakukannya dengan penuh antusias dan berkobar-kobar, sehingga kita dengan penuh kerelaan hati dan memberi diri kita untuk mengerjakannya sehingga kita selalu berkemenangan.
Agar kita tidak perlu bergumul untuk menyerahkan seluruh anggota tubuh kita, maka beberapa hal yang harus kita pahami, diantaranya:
Kita telah mati terhadap dosa dan hidup bagi Kristus. Kita telah mati dari egois, mementingkan diri sendiri, kemalasan, ketakutan, kesombongan dan hidup kita tersembunyi di dalam Kristus saat kita menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Dan kita mampu menyerahkan tubuh kita hanya bagi Tuhan dan dosa tidak berkuasa lagi atas hidup kita. ”Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia.”(Roma 6:6-8).”Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.”(Kolose 3:3-4).
Kita adalah milik Kristus, tubuh kita tempat tinggal Roh Kudus sehingga anggota tubuh kita dipakai untuk memuliakan Tuhan. “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, — dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (I Korintus 6:19-20).
Dengan pemahaman yang benar tentang diri kita di dalam Kristus maka membuat kita dengan rela hati memberi anggota tubuh kita untuk Allah dan dipakai untuk senjata kebenaran agar bangsa-bangsa dan negeri ini dapat dibawa kepada Kristus.
”Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.”(Roma 6:13b).
Diskusikanlah dalam komunitas saudara bagaimana pemahaman saudara tentang jati diri saudara dalam Kristus sehingga saudara mau menyerahkan seluruh anggota tubuh saudara kepada Allah!
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya.
Jika tubuhmu adalah bait Allah, kebiasaan apa yang akan berubah?
Bagaimana fakta “tubuhmu bukan milikmu” mempengaruhi keputusanmu?
Bagaimana caramu memuliakan Allah dengan tubuhmu minggu ini?
“Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, –dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1 Korintus 6:19).
Jemaat di Korintus hidup dalam sebuah kota yang menjadikan kenikmatan jasmani, termasuk seks bebas, sebagai hal yang biasa.
Sebagian dari mereka yang telah percaya kepada Kristus masih terjebak dalam pemikiran lama yang memisahkan antara iman dan perilaku.
Mereka berpikir bahwa keselamatan di dalam Kristus hanya berkaitan dengan jiwa, sementara tubuh bebas untuk melakukan apa saja, termasuk percabulan.
Dalam konteks inilah Rasul Paulus menulis dengan sangat tegas untuk meluruskan kesalahan pandangan yang fatal tersebut.
Ia mengingatkan mereka bahwa anugerah keselamatan justru menuntut tanggung jawab yang lebih besar atas tubuh, bukan memberikan lisensi untuk berbuat dosa.
Paulus membuka kebenaran ini dengan sebuah pertanyaan yang menusuk: “Tidak tahukah kamu…?”
Ini menunjukkan bahwa kita sering lupa atau mengabaikan identitas kita yang sesungguhnya.
Dia menyatakan sebuah kebenaran yang mendebarkan: “Tubuhmu adalah bait Roh Kudus.”
Ini bukan sekadar metafora yang puitis, tetapi sebuah realitas spiritual. Bait Allah dalam Perjanjian Lama adalah tempat di mana kemuliaan Tuhan tinggal.
Sekarang, melalui Roh Kudus, Allah yang Mahakudus memilih untuk berdiam di dalam tubuh setiap orang percaya.
Tubuh kita bukan lagi sekadar daging dan darah, bukan lagi hanya instrumen untuk memuaskan nafsu, melainkan sebuah ruang maha kudus yang hidup, tempat di mana hadirat Allah bersemayam.
Kebenaran tentang bait Allah ini dilandasi oleh dua fakta mendasar.
Pertama, “kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar.” Kita, termasuk tubuh kita, adalah budak yang telah ditebus dari pasar budak dosa.
Harga tebusannya bukanlah emas atau perak, melainkan darah Kristus yang mahal -1 Petrus 1:18-19.
Karena itu, kepemilikan atas tubuh kita telah berpindah tangan.
Dia bukan lagi milik kita sendiri; kita adalah milik Kristus. Kedua, Roh Kudus yang diam di dalam kita “kamu peroleh dari Allah.”
Kehadiran-Nya adalah anugerah, sekaligus penegasan bahwa Allah adalah Pemilik yang sah.
Dasar inilah yang menghancurkan argumen “tubuhku adalah milikku, aku berhak berbuat apa saja.”
Lalu, bagaimana kita merespons kebenaran ini?
Panggilannya jelas: “Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu.”
Ini adalah sebuah revolusi dalam cara kita memandang dan menggunakan tubuh.
Setiap tindakan yang melibatkan tubuh kita—apa yang kita lihat, dengar, sentuh, katakan, dan lakukan—adalah sebuah bentuk penyembahan.
Menjaga kemurnian seksual bukan lagi sekadar aturan agama, tetapi tindakan menghormati Bait Suci Allah.
Merawat kesehatan tubuh bukan lagi sekadar hidup sehat, tetapi pemeliharaan terhadap rumah Allah.
Melayani dengan tenaga fisik kita bukan lagi sekadar aktivitas, tetapi ibadah yang memuliakan Sang Empunya tubuh.
Setiap kali kita memilih untuk menguduskan tubuh, kita sedang mengakui bahwa kita bukan milik diri sendiri lagi, tetapi milik Dia yang telah membeli dan menguduskan kita bagi kemuliaan-Nya.
Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana supaya kehadiran Roh Kristus menjadi realita dalam kehidupan sehari-hari.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya.
Bagaimana Anda mengetahui bahwa Roh Kristus benar-benar diam di dalam Anda?
Dalam hal apa Anda paling merasakan pertentangan antara tubuh yang fana dan roh yang hidup?
Bagaimana janji kebangkitan tubuh di masa depan memengaruhi cara Anda hidup di saat ini?
“Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” (Roma 8:11).
Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di pusat kekaisaran yang majemuk.
Setelah dengan panjang lebar menjelaskan tentang pembenaran oleh iman dan pergumulan manusia antara keinginan roh dan keinginan daging (Roma 7), Paulus memasuki puncak pengajarannya dalam Roma 8.
Di sini, ia menggambarkan kehidupan yang berkemenangan yang dialami orang percaya bukan karena kekuatan mereka sendiri, tetapi karena kuasa dan kehadiran Roh Kudus.
Penekanan pada kehidupan “dalam Roh” ini adalah jawaban atas keputusasaan dari kehidupan “dalam daging”.
Paulus ingin meyakinkan jemaat bahwa keselamatan mereka bersifat pasti dan lengkap, dari awal hingga akhir.
Paulus menyatakan sebuah kebenaran paradoks dalam ayat 10: “Meskipun tubuhmu mati karena dosa, namun rohmu adalah hidup.”
Sebagai orang percaya, kita hidup dalam ketegangan antara dua realitas ini.
Di satu sisi, kita tidak bisa melarikan diri dari kefanaan tubuh kita. Kita masih mengalami sakit penyakit, kelemahan, dan pada akhirnya kematian fisik.
Ini adalah warisan dosa Adam yang masih melekat pada keberadaan jasmani kita.
Namun, disisi lain, bagian terdalam dari identitas kita—roh kita—telah dihidupkan dan dibenarkan oleh Allah.
Kita telah dilahirkan kembali, memiliki hubungan yang hidup dengan Allah, dan menikmati damai sejahtera yang berasal dari-Nya.
Realitas rohani inilah yang menjadi sumber kekuatan kita menghadapi realitas fisik yang fana.
Ayat 11 memberikan pengharapan yang melampaui realitas ganda tersebut.
Paulus menegaskan bahwa Roh yang diam di dalam kita bukanlah sembarang roh, melainkan “Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati.”
Ini berarti bahwa kuasa yang sama yang membangkitkan Kristus dari kubur—kuasa yang mengalahkan maut selamanya—sedang tinggal dan bekerja di dalam kita.
Roh Kudus adalah jaminan hidup kekal dan janji bahwa apa yang telah Allah lakukan bagi Yesus, akan Dia lakukan pula bagi kita.
Kefanaan tubuh kita bukanlah akhir cerita.
Sama seperti Kristus dibangkitkan dengan tubuh kemuliaan, Roh Kudus akan menghidupkan kembali tubuh kita yang fana pada kedatangan-Nya kelak.
Lalu, bagaimana kita menghidupi kebenaran ini?
Pertama, kita dapat menghadapi kelemahan, penyakit, dan keterbatasan tubuh kita dengan penuh pengharapan.
Kita tidak perlu takut terhadap kematian, karena kematian hanyalah pintu menuju kebangkitan tubuh yang mulia.
Kedua, dalam kelemahan tubuh kita justru kuasa Kristus menjadi nyata -2 Korintus 12:9.
Kita belajar bergantung bukan pada kekuatan fisik kita, tetapi pada kuasa Roh yang berdiam di dalam kita untuk melayani dan menjadi saksi.
Ketiga, kebenaran ini mendorong kita untuk memuliakan Allah dengan tubuh kita -1 Korintus 6:20.
Meskipun fana, tubuh ini adalah bait Roh Kudus.
Karena itu, kita memeliharanya, menggunakannya untuk kebaikan, dan hidup dalam kekudusan, sambil menantikan dengan rindu penebusan tubuh kita yang sempurna pada hari itu.
Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana caranya menyadari kehadiran “Roh Yang Membangkitkan Yesus” di dalam kita.
YESUS MEMIKUL KELEMAHAN DAN MENANGGUNG PENYAKIT KITA
Penulis : Pdt. Saul Rudy Nikson
Pembacaan Alkitab Hari ini :
MATIUS 8:14-17
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya.
Gambaran Yesus seperti apa yang kamu lihat dari tindakan-Nya menyembuhkan?
Bagaimana mukjizat penyembuhan menunjukkan Yesus memikul beban dosa?
Setelah disembuhkan, bagaimana kamu bisa bangun dan melayani?
“Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” (Matius 8:17).
Injil Matius ditulis dalam konteks masyarakat Yahudi yang menantikan kedatangan Mesias yang dijanjikan.
Mereka mengharapkan seorang pembebas yang berkuasa.
Dalam pasal 8, Matius dengan sengaja menyusun serangkaian mukjizat Yesus untuk memperlihatkan wibawa Mesias yang sesungguhnya.
Setelah menyembuhkan orang kusta dan hamba perwira, Yesus memasuki ranah yang lebih pribadi: rumah Petrus.
Di sini, kita melihat Yesus bukan sebagai tokoh publik yang jauh, tetapi sebagai Tuhan yang peduli dengan pergumulan sehari-hari dalam keluarga para pengikut-Nya.
Konteks ini menunjukkan bahwa perhatian-Nya meliputi juga masalah pribadi yang tersembunyi di dalam dinding rumah kita.
Ketika Yesus memasuki rumah Petrus, Ia menemukan ibu mertua yang terbaring lemah karena demam.
Respons Yesus langsung dan penuh kasih: Ia mendekati si sakit, memegang tangannya, dan memulihkannya.
Sentuhan-Nya penuh dengan kuasa yang mengusir penyakit dan kelemahan.
Hasilnya bukan hanya kesembuhan fisik, tetapi sebuah pemulihan yang utuh sehingga ia mampu bangkit dan melayani.
Peristiwa ini menjadi sebuah gambaran yang indah: Yesus datang ke dalam “rumah” kehidupan kita yang penuh dengan “penyakit” dan “kelemahan,” baik secara fisik, emosional, maupun spiritual.
Ia tidak berdiam diri; Ia mengulurkan tangan-Nya yang berkuasa untuk memulihkan dan memampukan kita untuk hidup kembali bagi kemuliaan-Nya.
Matius tidak berhenti pada fakta penyembuhan ini. Ia melihatnya melalui lensa nubuat Perjanjian Lama.
Ia mengutip Yesaya 53:4, “Ia memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.
Setiap kali Yesus menyembuhkan, Ia sesungguhnya sedang “memikul” beban penyakit itu.
Ia sedang menanggung di dalam diri-Nya sendiri akibat dari kutuk dosa yang merusak dunia.
Penyembuhan-penyembuhan ini adalah tanda nyata bahwa Sang Mesias sedang berperang melawan kuasa kegelapan dan penderitaan.
Semua karya penyembuhan itu adalah fajar dari karya penebusan-Nya yang akan mencapai puncaknya di Kalvari, di mana Ia akan benar-benar memikul dosa kita di atas tubuh-Nya di kayu salib -1 Petrus 2:24.
Apa artinya ini bagi kita hari ini?
Pertama, kita dapat datang kepada Yesus dengan segala kelemahan dan “penyakit” kita, percaya bahwa Ia peduli.
Seperti Ia masuk ke rumah Petrus, Ia ingin masuk ke dalam titik terlemah hidup kita.
Kedua, kita diingatkan bahwa kesembuhan fisik, meskipun sangat kita dambakan dan seringkali Allah anugerahkan, bukanlah tujuan akhir.
Tujuan akhirnya adalah pemulihan hubungan dengan Allah dan kemampuan untuk “melayani” Dia, dalam keadaan apapun.
Ketiga, di saat kita menderita dan pertolongan belum datang, kita berpegang pada kebenaran ini: Yesus telah dan terus “memikul” beban kita.
Dia tidak jauh dan acuh tak acuh. Iman itu tidak goyah karena penderitaan.
Iman itu akan membawamu semakin mengenal Tuhan Yesus, dan memampukan melewati penderitaan.
Diskusikan dalam kelompok PA saudara, diskusikan apakah respon kita apabila kesembuhan belum terjadi saat mendoakan orang yang sakit.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya.
Apa artinya dikuduskan secara roh, jiwa, dan tubuh?
Bagaimana kesetiaan Allah memberi keyakinan akan pemeliharaan-Nya?
Bagaimana komunitas membantumu bertumbuh dalam kekudusan?
“Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Tesalonika 5:23).
Jemaat di Tesalonika adalah sebuah komunitas baru yang lahir di tengah gejolak dan penganiayaan.
Mereka hidup dengan pengharapan yang besar akan kedatangan Kristus kembali, namun juga dihantui oleh pertanyaan dan ketakutan, termasuk tentang kesiapan mereka menyambut Sang Mempelai.
Dalam konteks inilah Rasul Paulus menulis suratnya untuk menguatkan dan mengarahkan mereka.
Penutup suratnya bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah doa dan permohonan yang mencerminkan isi hatinya yang terdalam bagi kawanan domba yang dikasihinya.
Ia ingin mereka bertahan dan sampai pada garis akhir dengan kemenangan.
Doa Paulus mengungkapkan sebuah kebenaran mendalam: kekudusan dan pemeliharaan kita adalah karya Allah sendiri.
Bukan kita yang mengandalkan kekuatan sendiri untuk menjadi kudus, melainkan “Allah damai sejahtera” yang akan mengerjakannya dalam diri kita.
Yang menakjubkan, kekudusan yang Allah kehendaki bersifat holistik, mencakup “roh, jiwa, dan tubuh”.
Allah tidak hanya peduli dengan aspek rohani kita saja, tetapi juga dengan pikiran, perasaan, kehendak (jiwa), dan bahkan tubuh fisik kita.
Semua aspek kehidupan kita—ibadah, pekerjaan, hubungan, bahkan kesehatan—adalah bagian dari proses pengudusan.
Tujuannya jelas: agar kita dapat dipelihara “dengan tak bercacat” pada saat Yesus Kristus datang.
Keyakinan Paulus bahwa Allah akan menyelesaikan karya-Nya ini bukanlah sebuah harapan kosong, melainkan berdasarkan pada karakter Allah sendiri.
Ayat 24 menjadi peneguh: “Ia, yang memanggil kamu, adalah setia.” Kesetiaan Allah pada janji dan panggilan-Nyalah yang menjadi jaminan utama kita.
Inilah yang membedakan Kekristenan dari agama-agama lain; keselamatan kita dari awal hingga akhir bergantung pada kesetiaan Allah, bukan ketidaksetiaan kita.
Pemeliharaan ini memiliki tujuan yang mulia, yaitu penampakan kemuliaan kita bersama Kristus pada kedatangan-Nya.
Kekudusan kita adalah untuk mempersiapkan kita sebagai mempelai yang siap menyambut Mempelai Pria surgawi.
Lalu, bagaimana kita merespons kebenaran ini?
Pertama, dengan beristirahat dalam kesetiaan Allah.
Ketika kita lemah dan jatuh, kita tidak perlu putus asa, tetapi ingatlah bahwa Dia yang memulai pekerjaan baik dalam kita akan menyempurnakannya.
Kedua, kita diajak untuk bekerja sama dengan Roh Kudus dalam proses pengudusan seluruh hidup kita.
Kita memelihara tubuh sebagai bait Roh Kudus, merenungkan Firman untuk memperbarui jiwa, dan menyembah Dia dalam roh.
Ketiga, kita menghidupinya dalam komunitas. Kita saling mendoakan seperti Paulus meminta doa, kita menguatkan satu sama lain dengan kasih persaudaraan, dan kita setia membangun diri di atas Firman Tuhan yang dibaca dan diajarkan secara lengkap.
Dengan demikian, kita hidup dalam keyakinan bahwa Ia akan memampukan kita untuk berdiri tak bercacat di hadapan-Nya kelak.
Diskusikan dengan pembimbingmu, bagaimana caranya membangun kekudusan dalam jiwa dan tubuh.