Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Siapa yang dimaksud pokok anggur yang benar? Dan Siapa pengusaha dari pokok anggur itu sendiri?
Kita diumpamakan ranting anggur. Apakah ranting dapat berbuah sendiri jika ranting tidak tinggal dalam pokok anggur?
Apa syaratnya, jika permintaan atau doa yang kita kehendaki dijawab oleh Dia?
Dalam hal apa Bapa di Sorga dipermuliakan?
Apakah zaman sekarang ini masih berlaku bahwa ranting anggur tidak dapat berbuah tanpa melekat pada pokok anggur?
Seperti yang kita ketahui bersama, teknologi saat ini sudah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat.
Dimana teknik pemotongan dan perawatan yang tepat, kini ranting anggur dapat tumbuh dan berbuah lebat meskipun tidak melekat pada pokok anggur yang asli.
Perumpamaan yang Yesus katakan tentang pokok anggur yang di catat dalam injil Yohanes tetaplah benar sesuai dengan konteks yang berlaku pada masa itu.
Dimana zaman itu belum ada teknologi canggih, sehingga apapun ranting pohonnya, termasuk ranting anggur tidak akan dapat berbuah tanpa melekat pada pokok anggur yang asli.
Perumpamaan tentang pokok anggur sangat jelas dan tegas yang menggambarkan tentang hubungan Yesus dan Allah Bapa sebagai “pokok anggur” serta pengusahanya, dan kita murid-muridNya adalah sebagai “ranting”.
Yesus menyatakan dirinya bahwa Dia dan Bapa adalah “pokok anggur” yang benar.
Dia adalah sumber kehidupan dan pertumbuhan sejati dari “ranting” kita murid-muridNya.
Dengan kata lain “ranting” murid-murid Tuhan yang sejati sangatlah tergantung kepada pokok “anggur” Tuhan Yesus itu sendiri.
Ketergantungan ranting anggur tidak bisa terpisahkan dari pokok anggur.
Karena jika ranting terpisah dengan pokok anggur, maka dipastikan ranting tersebut akan kering dan tidak bisa menghasilkan buah.
Yang ada ranting tersebut akan di cabut dan di patahkan untuk di bakar.
Hanya ranting yang segar dan tumbuh sehat yang bisa menghasilkan buah yang lebat.
Hal itu sama halnya dengan kita sebagai murid-murid Tuhan.
Hidup kerohanian kita tidak akan bisa bertumbuh, apalagi menghasilkan buah lebat jika kita tidak tinggal di dalam Tuhan Yesus.
Perlu diketahui, jika hidup kita berbuah, salah satunya kita memiliki buah-buah roh (lihat. Galatia 5:22-23), maka kita sedang mempermuliakan Bapa di Sorga karena kita adalah murid-muridNya.
Sebutkan ciri-ciri murid Tuhan yang menghasilkan buah yang lebat.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Coba jelaskan keuntungan apa saja yang dimaksud oleh Paulus “apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku”? (Baca ayat sebelumnya)
Oleh karena siapa, dahulunya “keuntungan malahan menjadi kerugian” bagi Paulus?
Apa yang dikehendaki oleh Paulus dalam konteks perikop ayat yang kita baca diatas?
Jika kita membaca autobiografi Rasul Paulus di dalam Alkitab khusus surat-suratnya yang ada di kitab perjanjian baru, bahwa sebelumnya Paulus bernama Saulus, dia adalah salah seorang yang termasuk golongan Farisi yang paham betul tentang hukum taurat dan memegang tradisi leluhur Yahudi dan menjalani dengan disiplin hukum taurat dan ketat serta tidak bercacat.
Namun semenjak dia bertobat, apa yang dahulu menjadi keuntungan atau yang dibanggakan selama ini adalah sia-sia atau sampah baginya, bahkan kebanggaan tersebut dianggap rugi oleh karena pengenalan dia akan Kristus.
Melalui pembacaan ayat diatas, Paulus coba menjelaskan kepada kita tentang kehidupannya dahulu dan perubahan mendalam yang terjadi dalam dirinya sejak dia mengenal Kristus Tuhan. Kristus-lah yang membuat dia mengalami perubahan radikal.
Mungkin kita dahulu bangga kalau kita punya banyak uang, juga banyak simpanan untuk masa depan, bangga memiliki pengetahuan yang tinggi, pintar, dikenal baik dan mempunyai pengaruh di lingkungan kita tinggal atau kerja, memiliki pendidikan yang cukup tinggi, pengalaman kita cukup banyak, kedudukan yang tinggi di dunia sekuler, dan banyak prestasi-prestasi yang membanggakan lainnya.
Apakah hal-hal tersebut membuat kita saat ini merasa puas dan bangga?
Bukan tidak boleh kita memiliki atau membanggakan pencapaian itu semua, namun hendaknya ketika kita yang sudah lahir baru, dan oleh karena kasih karunia kita dipilih menjadi anakNya.
Kebanggaan atau pencapaian diatas bukanlah yang menjadi prioritas utama lagi dalam hidup kita, namun apa yang menjadi rancangan dan panggilan Tuhan dalam hidup kita, itulah yang menjadi prioritas yang kita kerjakan bahkan kita selesaikan dengan baik.
Mari kita bersama-sama meluangkan waktu yang cukup bahkan waktu yang lebih untuk mengenal Kristus melalui pembacaan dan perenungan kitab suci, doa secara pribadi dan persekutuan dengan orang percaya lainnya.
Dan biarlah pengenalan kita akan Kristus lebih mulia dari segala yang kita miliki saat ini.
Sama seperti Paulus, dan kita sebagai murid Kristus yang sejati, yaitu “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, dimana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati” (lihat. Filipi 3:10-11)
Setelah kita lahir baru, menurut saudara apakah pengenalan akan Kristus lebih mulia dari semua yangkita miliki saat ini? Bagaimana caranya supaya kita dapat mengenal pribadi Kristus itu sendiri? Diskusikan dengan kelompok PA atau Persekutuan kita.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa yang dikatakan Yesus mengenai setiap orang yang mau mengikuti Dia?
Apa maksud Yesus bahwa “barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya”?
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi ia membinasakan dirinya?
Yesus menyampaikan perkataanNya ketika sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem — perjalanan yang akan berakhir dengan penderitaan dan salib.
Pada saat itu, salib bukanlah simbol rohani seperti yang kita kenal sekarang, melainkan lambang hukuman mati yang mengerikan, memalukan, dan sangat ditakuti.
Dalam dunia Romawi, salib identik dengan kehinaan; hanya penjahat kelas berat yang dijatuhi hukuman salib.
Yesus mengatakan bahwa mengikuti Dia berarti menyangkal diri, bukan memanjakan diri.
Menyangkal diri berarti menolak keinginan diri sendiri dan tidak lagi menempatkan ego di pusat kehidupan.
Memikul salib setiap hari menggambarkan pengorbanan terus-menerus, bukan keputusan sesaat.
Ini adalah gaya hidup yang menempatkan kehendak Allah di atas kenyamanan pribadi.
Dalam ayat 24 dan 25, Yesus menjelaskan paradoks Kerajaan Allah: siapa yang mau menyelamatkan nyawanya (mengejar kepentingan diri), justru akan kehilangan; tetapi siapa yang rela kehilangan nyawanya demi Kristus, justru akan menyelamatkannya.
Ia mengajak kita untuk melihat nilai kekal: apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan jiwanya?
Dan Yesus menutup dengan peringatan serius bahwa siapa pun yang malu mengakui-Nya di tengah dunia ini, akan dipermalukan-Nya saat Ia datang dalam kemuliaan.
Artinya, keputusan untuk mengikut Kristus adalah keputusan total dan kekal, bukan emosional atau situasional.
Dalam dunia modern yang mencintai kenyamanan, ekspresi diri, dan kebebasan personal, ajakan Yesus untuk menyangkal diri terasa asing dan tidak populer.
Budaya zaman ini menekankan agar kita “setia pada diri sendiri,” “mengejar mimpimu,” dan “jangan biarkan siapapun mengatur hidupmu.”
Namun Yesus justru berkata: serahkan dirimu, matikan egomu, dan ikutlah Aku — bahkan jika itu berarti penderitaan.
Banyak orang Kristen hari ini bergumul karena ingin mengikut Yesus tanpa salib, ingin menjadi murid-Nya tanpa menyangkal diri, ingin keselamatan tanpa pengorbanan.
Padahal, jalan salib bukanlah pilihan tambahan — itu adalah inti dari pemuridan.
Dunia menawarkan jalan lebar yang mudah, tetapi Yesus mengajak kita berjalan dalam jalan sempit yang penuh salib, namun berujung pada kemuliaan kekal.
Tantangannya bagi kita hari ini: apakah kita benar-benar siap membayar harga untuk mengikut Kristus, atau hanya mau ikut sejauh hidup kita tidak terganggu?
Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita, mengenai topik ini dengan lebih mendalam. Bagaimana kita bisa praktekkan dalam kehidupan sehari-hari dan berkat apa yang didapat dari melakukan Firman Tuhan ini.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa maksud mengasihi dunia dan yang ada di dalamnya?
Apa yang terjadi Jika kita mengasihi dunia?
Bagaimana dengan orang-orang yang melakukan kehendak Bapa?
Surat ini ditulis pada masa komunitas Kristen sedang menghadapi tekanan dari dalam dan dari luar.
Secara eksternal, mereka hidup dalam lingkungan Kekaisaran Romawi yang penuh dengan kemewahan, hiburan, dan penyembahan berhala — budaya yang sangat memikat dan sering kali bertentangan dengan ajaran Kristus.
Secara internal, muncul ajaran-ajaran sesat dari kelompok yang kemudian dikenal sebagai gnostik, yang memisahkan antara hal rohani dan jasmani, seolah-olah apa yang dilakukan dalam tubuh tidak mempengaruhi hubungan dengan Allah.
Dalam konteks ini, Yohanes memperingatkan orang percaya agar tidak mengasihi dunia atau hal-hal yang ada di dalamnya. Istilah “dunia” (Yunani: kosmos) dalam ayat ini bukan merujuk pada ciptaan Allah, melainkan sistem nilai dunia yang telah jatuh dalam dosa dan menolak otoritas Tuhan.
Dunia yang dimaksud Yohanes adalah dunia yang menyombongkan keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup — semua ini bukan berasal dari Bapa, melainkan dari dunia yang sedang lenyap.
Peringatan ini tajam karena menyentuh kehidupan praktis dan pilihan hati setiap orang percaya: apakah kasih kita benar-benar tertuju kepada Allah, atau masih terbagi dengan dunia yang fana?
Firman Tuhan tidak melarang kita menikmati ciptaan Tuhan, tetapi menekankan bahwa sistem dunia — dengan segala godaan yang bertentangan dengan kehendak Allah — tidak boleh menjadi pusat kehidupan orang percaya.
Ada tiga aspek dunia yang dijabarkan: keinginan daging (nafsu dan kenikmatan yang tak terkendali), keinginan mata (hasrat akan apa yang tampak menarik, tetapi tidak membangun), dan keangkuhan hidup (kesombongan karena harta, posisi, atau prestasi).
Yohanes menegaskan bahwa dunia dan segala keinginannya sedang berlalu, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah akan hidup selama-lamanya.
Dalam dunia modern saat ini, budaya digital dan konsumerisme global membentuk manusia untuk terus menginginkan lebih: lebih banyak barang, lebih banyak pengikut, lebih banyak pujian.
Banyak orang, termasuk orang Kristen, terjebak dalam gaya hidup “FOMO” (fear of missing out) yang didorong oleh keinginan mata dan tekanan sosial.
Keinginan daging dimanipulasi lewat iklan, hiburan, dan pornografi digital; sementara keangkuhan hidup tampil dalam bentuk pamer kesuksesan dan pencitraan diri.
Dunia menawarkan kepuasan cepat, tetapi tidak memberi kepenuhan jiwa.
Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita, mengenai topik ini dengan lebih mendalam. Bagaimana kita bisa praktekkan dalam kehidupan sehari-hari dan berkat apa yang didapat dari melakukan Firman Tuhan ini.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa yang terjadi bila kita setia dan benar dalam perkara-perkara kecil?
Apakah yang terjadi bila kita tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur?
Apakah yang terjadi bila kita tidak setia dengan harta orang lain?
Mengapa seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan?
Pada zaman Yesus, masyarakat hidup dalam sistem sosial yang kuat diwarnai oleh struktur perbudakan dan kepemilikan mutlak.
Seorang budak tidak dapat melayani dua tuan karena seluruh hidupnya — waktu, tenaga, dan loyalitas — hanya dimiliki oleh satu majikan.
Yesus menyampaikan pengajaran yang mengejutkan: “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Kata Mamon berasal dari bahasa Aram yang berarti harta atau kekayaan, namun dalam konteks ini dipersonifikasikan sebagai tuan yang menuntut pengabdian layaknya ilah.
Pada masa itu, kekayaan sering dianggap sebagai tanda berkat, namun Yesus mengingatkan bahwa harta dapat menjadi tuan jika menggeser posisi Allah dalam hati manusia.
Dalam dunia Yahudi, kesetiaan kepada Allah dianggap mutlak, dan gagasan tentang membagi kesetiaan dengan uang adalah sesuatu yang sangat mengganggu secara teologis dan moral.
Perumpamaan dalam Lukas 16 mengandung prinsip mendalam mengenai kepercayaan dan kesetiaan.
Yesus mengajar bahwa siapa yang setia dalam perkara kecil akan setia juga dalam perkara besar, dan siapa yang tidak jujur dalam hal kecil, tidak akan jujur dalam perkara besar.
Prinsip ini menekankan bahwa kesetiaan bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba dalam tugas besar, melainkan dibentuk dari tanggung jawab yang kecil.
Dalam konteks ini, “perkara kecil” bisa berarti bagaimana seseorang memperlakukan uang, barang, atau kesempatan yang bukan miliknya — termasuk bagaimana ia mengelola kepercayaan orang lain.
Hal ini kemudian dikaitkan dengan “Mamon yang tidak jujur,” yaitu harta duniawi yang dapat menggoda manusia untuk berlaku tidak benar.
Jika seseorang tidak setia dalam hal-hal fana seperti ini, bagaimana mungkin ia dipercaya oleh Allah untuk mengelola harta surgawi yang sejati?
Dalam dunia modern, tantangan untuk setia dalam hal kecil menjadi semakin berat karena nilai-nilai zaman ini menekankan pencapaian besar, citra, dan keuntungan instan.
Media sosial membentuk budaya pamer dan mengejar pengakuan, di mana keberhasilan seringkali diukur dari jumlah harta dan gaya hidup, bukan dari integritas dan kesetiaan.
Banyak orang tergoda untuk menyeleweng dalam hal kecil — seperti menipu sedikit dalam laporan keuangan, mencontek, atau memanipulasi sistem — karena hal itu dianggap wajar dan tidak berdampak besar.
Murid yang sejati mengabdi kepada Allah tanpa kompromi dengan budaya dunia modern saat ini yang cenderung mengabdi kepada Mamon.
Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita, mengenai topik ini dengan lebih mendalam. Bagaimana kita bisa praktekkan dalam kehidupan sehari-hari dan berkat apa yang didapat dari melakukan Firman Tuhan ini.