Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya.
Bagaimana Anda mengetahui bahwa Roh Kristus benar-benar diam di dalam Anda?
Dalam hal apa Anda paling merasakan pertentangan antara tubuh yang fana dan roh yang hidup?
Bagaimana janji kebangkitan tubuh di masa depan memengaruhi cara Anda hidup di saat ini?
“Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” (Roma 8:11).
Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di pusat kekaisaran yang majemuk.
Setelah dengan panjang lebar menjelaskan tentang pembenaran oleh iman dan pergumulan manusia antara keinginan roh dan keinginan daging (Roma 7), Paulus memasuki puncak pengajarannya dalam Roma 8.
Di sini, ia menggambarkan kehidupan yang berkemenangan yang dialami orang percaya bukan karena kekuatan mereka sendiri, tetapi karena kuasa dan kehadiran Roh Kudus.
Penekanan pada kehidupan “dalam Roh” ini adalah jawaban atas keputusasaan dari kehidupan “dalam daging”.
Paulus ingin meyakinkan jemaat bahwa keselamatan mereka bersifat pasti dan lengkap, dari awal hingga akhir.
Paulus menyatakan sebuah kebenaran paradoks dalam ayat 10: “Meskipun tubuhmu mati karena dosa, namun rohmu adalah hidup.”
Sebagai orang percaya, kita hidup dalam ketegangan antara dua realitas ini.
Di satu sisi, kita tidak bisa melarikan diri dari kefanaan tubuh kita. Kita masih mengalami sakit penyakit, kelemahan, dan pada akhirnya kematian fisik.
Ini adalah warisan dosa Adam yang masih melekat pada keberadaan jasmani kita.
Namun, disisi lain, bagian terdalam dari identitas kita—roh kita—telah dihidupkan dan dibenarkan oleh Allah.
Kita telah dilahirkan kembali, memiliki hubungan yang hidup dengan Allah, dan menikmati damai sejahtera yang berasal dari-Nya.
Realitas rohani inilah yang menjadi sumber kekuatan kita menghadapi realitas fisik yang fana.
Ayat 11 memberikan pengharapan yang melampaui realitas ganda tersebut.
Paulus menegaskan bahwa Roh yang diam di dalam kita bukanlah sembarang roh, melainkan “Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati.”
Ini berarti bahwa kuasa yang sama yang membangkitkan Kristus dari kubur—kuasa yang mengalahkan maut selamanya—sedang tinggal dan bekerja di dalam kita.
Roh Kudus adalah jaminan hidup kekal dan janji bahwa apa yang telah Allah lakukan bagi Yesus, akan Dia lakukan pula bagi kita.
Kefanaan tubuh kita bukanlah akhir cerita.
Sama seperti Kristus dibangkitkan dengan tubuh kemuliaan, Roh Kudus akan menghidupkan kembali tubuh kita yang fana pada kedatangan-Nya kelak.
Lalu, bagaimana kita menghidupi kebenaran ini?
Pertama, kita dapat menghadapi kelemahan, penyakit, dan keterbatasan tubuh kita dengan penuh pengharapan.
Kita tidak perlu takut terhadap kematian, karena kematian hanyalah pintu menuju kebangkitan tubuh yang mulia.
Kedua, dalam kelemahan tubuh kita justru kuasa Kristus menjadi nyata -2 Korintus 12:9.
Kita belajar bergantung bukan pada kekuatan fisik kita, tetapi pada kuasa Roh yang berdiam di dalam kita untuk melayani dan menjadi saksi.
Ketiga, kebenaran ini mendorong kita untuk memuliakan Allah dengan tubuh kita -1 Korintus 6:20.
Meskipun fana, tubuh ini adalah bait Roh Kudus.
Karena itu, kita memeliharanya, menggunakannya untuk kebaikan, dan hidup dalam kekudusan, sambil menantikan dengan rindu penebusan tubuh kita yang sempurna pada hari itu.
Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana caranya menyadari kehadiran “Roh Yang Membangkitkan Yesus” di dalam kita.
YESUS MEMIKUL KELEMAHAN DAN MENANGGUNG PENYAKIT KITA
Penulis : Pdt. Saul Rudy Nikson
Pembacaan Alkitab Hari ini :
MATIUS 8:14-17
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya.
Gambaran Yesus seperti apa yang kamu lihat dari tindakan-Nya menyembuhkan?
Bagaimana mukjizat penyembuhan menunjukkan Yesus memikul beban dosa?
Setelah disembuhkan, bagaimana kamu bisa bangun dan melayani?
“Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” (Matius 8:17).
Injil Matius ditulis dalam konteks masyarakat Yahudi yang menantikan kedatangan Mesias yang dijanjikan.
Mereka mengharapkan seorang pembebas yang berkuasa.
Dalam pasal 8, Matius dengan sengaja menyusun serangkaian mukjizat Yesus untuk memperlihatkan wibawa Mesias yang sesungguhnya.
Setelah menyembuhkan orang kusta dan hamba perwira, Yesus memasuki ranah yang lebih pribadi: rumah Petrus.
Di sini, kita melihat Yesus bukan sebagai tokoh publik yang jauh, tetapi sebagai Tuhan yang peduli dengan pergumulan sehari-hari dalam keluarga para pengikut-Nya.
Konteks ini menunjukkan bahwa perhatian-Nya meliputi juga masalah pribadi yang tersembunyi di dalam dinding rumah kita.
Ketika Yesus memasuki rumah Petrus, Ia menemukan ibu mertua yang terbaring lemah karena demam.
Respons Yesus langsung dan penuh kasih: Ia mendekati si sakit, memegang tangannya, dan memulihkannya.
Sentuhan-Nya penuh dengan kuasa yang mengusir penyakit dan kelemahan.
Hasilnya bukan hanya kesembuhan fisik, tetapi sebuah pemulihan yang utuh sehingga ia mampu bangkit dan melayani.
Peristiwa ini menjadi sebuah gambaran yang indah: Yesus datang ke dalam “rumah” kehidupan kita yang penuh dengan “penyakit” dan “kelemahan,” baik secara fisik, emosional, maupun spiritual.
Ia tidak berdiam diri; Ia mengulurkan tangan-Nya yang berkuasa untuk memulihkan dan memampukan kita untuk hidup kembali bagi kemuliaan-Nya.
Matius tidak berhenti pada fakta penyembuhan ini. Ia melihatnya melalui lensa nubuat Perjanjian Lama.
Ia mengutip Yesaya 53:4, “Ia memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.
Setiap kali Yesus menyembuhkan, Ia sesungguhnya sedang “memikul” beban penyakit itu.
Ia sedang menanggung di dalam diri-Nya sendiri akibat dari kutuk dosa yang merusak dunia.
Penyembuhan-penyembuhan ini adalah tanda nyata bahwa Sang Mesias sedang berperang melawan kuasa kegelapan dan penderitaan.
Semua karya penyembuhan itu adalah fajar dari karya penebusan-Nya yang akan mencapai puncaknya di Kalvari, di mana Ia akan benar-benar memikul dosa kita di atas tubuh-Nya di kayu salib -1 Petrus 2:24.
Apa artinya ini bagi kita hari ini?
Pertama, kita dapat datang kepada Yesus dengan segala kelemahan dan “penyakit” kita, percaya bahwa Ia peduli.
Seperti Ia masuk ke rumah Petrus, Ia ingin masuk ke dalam titik terlemah hidup kita.
Kedua, kita diingatkan bahwa kesembuhan fisik, meskipun sangat kita dambakan dan seringkali Allah anugerahkan, bukanlah tujuan akhir.
Tujuan akhirnya adalah pemulihan hubungan dengan Allah dan kemampuan untuk “melayani” Dia, dalam keadaan apapun.
Ketiga, di saat kita menderita dan pertolongan belum datang, kita berpegang pada kebenaran ini: Yesus telah dan terus “memikul” beban kita.
Dia tidak jauh dan acuh tak acuh. Iman itu tidak goyah karena penderitaan.
Iman itu akan membawamu semakin mengenal Tuhan Yesus, dan memampukan melewati penderitaan.
Diskusikan dalam kelompok PA saudara, diskusikan apakah respon kita apabila kesembuhan belum terjadi saat mendoakan orang yang sakit.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya.
Apa artinya dikuduskan secara roh, jiwa, dan tubuh?
Bagaimana kesetiaan Allah memberi keyakinan akan pemeliharaan-Nya?
Bagaimana komunitas membantumu bertumbuh dalam kekudusan?
“Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Tesalonika 5:23).
Jemaat di Tesalonika adalah sebuah komunitas baru yang lahir di tengah gejolak dan penganiayaan.
Mereka hidup dengan pengharapan yang besar akan kedatangan Kristus kembali, namun juga dihantui oleh pertanyaan dan ketakutan, termasuk tentang kesiapan mereka menyambut Sang Mempelai.
Dalam konteks inilah Rasul Paulus menulis suratnya untuk menguatkan dan mengarahkan mereka.
Penutup suratnya bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah doa dan permohonan yang mencerminkan isi hatinya yang terdalam bagi kawanan domba yang dikasihinya.
Ia ingin mereka bertahan dan sampai pada garis akhir dengan kemenangan.
Doa Paulus mengungkapkan sebuah kebenaran mendalam: kekudusan dan pemeliharaan kita adalah karya Allah sendiri.
Bukan kita yang mengandalkan kekuatan sendiri untuk menjadi kudus, melainkan “Allah damai sejahtera” yang akan mengerjakannya dalam diri kita.
Yang menakjubkan, kekudusan yang Allah kehendaki bersifat holistik, mencakup “roh, jiwa, dan tubuh”.
Allah tidak hanya peduli dengan aspek rohani kita saja, tetapi juga dengan pikiran, perasaan, kehendak (jiwa), dan bahkan tubuh fisik kita.
Semua aspek kehidupan kita—ibadah, pekerjaan, hubungan, bahkan kesehatan—adalah bagian dari proses pengudusan.
Tujuannya jelas: agar kita dapat dipelihara “dengan tak bercacat” pada saat Yesus Kristus datang.
Keyakinan Paulus bahwa Allah akan menyelesaikan karya-Nya ini bukanlah sebuah harapan kosong, melainkan berdasarkan pada karakter Allah sendiri.
Ayat 24 menjadi peneguh: “Ia, yang memanggil kamu, adalah setia.” Kesetiaan Allah pada janji dan panggilan-Nyalah yang menjadi jaminan utama kita.
Inilah yang membedakan Kekristenan dari agama-agama lain; keselamatan kita dari awal hingga akhir bergantung pada kesetiaan Allah, bukan ketidaksetiaan kita.
Pemeliharaan ini memiliki tujuan yang mulia, yaitu penampakan kemuliaan kita bersama Kristus pada kedatangan-Nya.
Kekudusan kita adalah untuk mempersiapkan kita sebagai mempelai yang siap menyambut Mempelai Pria surgawi.
Lalu, bagaimana kita merespons kebenaran ini?
Pertama, dengan beristirahat dalam kesetiaan Allah.
Ketika kita lemah dan jatuh, kita tidak perlu putus asa, tetapi ingatlah bahwa Dia yang memulai pekerjaan baik dalam kita akan menyempurnakannya.
Kedua, kita diajak untuk bekerja sama dengan Roh Kudus dalam proses pengudusan seluruh hidup kita.
Kita memelihara tubuh sebagai bait Roh Kudus, merenungkan Firman untuk memperbarui jiwa, dan menyembah Dia dalam roh.
Ketiga, kita menghidupinya dalam komunitas. Kita saling mendoakan seperti Paulus meminta doa, kita menguatkan satu sama lain dengan kasih persaudaraan, dan kita setia membangun diri di atas Firman Tuhan yang dibaca dan diajarkan secara lengkap.
Dengan demikian, kita hidup dalam keyakinan bahwa Ia akan memampukan kita untuk berdiri tak bercacat di hadapan-Nya kelak.
Diskusikan dengan pembimbingmu, bagaimana caranya membangun kekudusan dalam jiwa dan tubuh.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya.
Apa tantangan terbesar untuk tidak membalas ketidakadilan?
Bagaimana Yesus sebagai pengganti mengubah pandanganmu tentang dosa?
Di aspek apa kamu paling butuh penyembuhan rohani dari Kristus?
“….Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh….” (1 Petrus 2:24).
Surat 1 Petrus ditulis kepada orang-orang percaya yang tersebar di berbagai wilayah dan sedang menghadapi tekanan dan penganiayaan karena iman mereka kepada Kristus.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian dan penderitaan itu, Petrus menulis untuk menguatkan dan mengingatkan mereka tentang identitas mereka sebagai umat pilihan Allah.
Nasihatnya sangat praktis, termasuk bagaimana menghadapi ketidakadilan, khususnya bagi para hamba atau budak yang mungkin diperlakukan dengan semena-mena oleh tuan mereka.
Dalam konteks inilah Petrus mengarahkan pandangan mereka kepada Kristus, yang adalah teladan utama dalam menanggung penderitaan.
Petrus menekankan bahwa Kristus adalah teladan kita yang sempurna.
Ketika kita menghadapi perlakuan tidak adil, cercaan, atau penderitaan karena kebenaran, kita diajak untuk “mengikuti jejak-Nya”.
Bagaimana jejak itu? Dia yang tidak berdosa dan tidak menipu, sama sekali tidak membalas ketika dicaci dan dianiaya.
Sebaliknya, Ia menyerahkan segala sesuatu kepada Dia yang menghakimi dengan adil.
Di sini kita belajar bahwa penderitaan kita tidak perlu menghasilkan dosa-dosa baru seperti kemarahan, kebencian, atau balas dendam.
Kristus menunjukkan jalan yang berbeda: jalan kepercayaan penuh kepada Bapa, sekalipun di dalam lorong gelap ketidakadilan.
Penderitaan Kristus bukan sekadar teladan moral yang patut kita tiru. Ia lebih dari sekedar pahlawan yang gigih; Ia adalah Sang Penebus.
Ayat 24 dengan tegas menyatakan bahwa di atas kayu salib, Dia “telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya”. Penderitaan-Nya bersifat substitutif, artinya Dia menggantikan kita.
Dosa-dosa kitalah yang seharusnya membawa kita pada maut, tetapi justru telah ditanggung-Nya.
Frase “Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” adalah sebuah paradoks yang indah: luka-luka fisik yang diderita Yesus justru menjadi sumber penyembuhan rohani bagi kita.
Penyembuhan apakah itu? Penyembuhan dari penyakit dosa yang mematikan, pemulihan hubungan kita dengan Allah, dan kuasa untuk hidup bagi kebenaran.
Lalu, bagaimana kedua kebenaran ini diaplikasikan dalam hidup kita sehari-hari?
Pertama, Ketika kita diperlakukan dengan tidak adil, ingatlah bahwa kita dipanggil untuk mengikuti teladan Kristus dengan tidak membalas dan mempercayakan hidup kita kepada Allah.
Namun yang lebih mendasar lagi, sebelum kita mampu meneladani Dia, kita harus lebih dulu mengalami Dia sebagai Juruselamat.
Kedua, Setiap kali kita gagal untuk meneladani-Nya, kita dapat kembali kepada “Gembala dan Penjaga jiwa kita”.
Ingatlah bahwa oleh bilur-bilur (luka-luka)Nya, kita telah disembuhkan dan diampuni.
Ketiga, ketika kita mengalami sakit penyakit, ingatlah Dia juga sudah menanggung penderitaan kita.
Teruslah berharap dan melangkah dengan iman.
Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana caranya menghadapi penderitaan, terutama sakit penyakit.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya memahaminya.
Apa yang dimaksud dengan senjata di kaki?
Iman dipakai untuk apa?
Mengapa kebenaran dan keadilan dijadikan senjata Allah?
Senjata apa yang digunakan untuk menutup tubuh bagian belakang?
Saudara, untuk melawan tipu muslihat iblis, rasul Paulus menganjurkan kita untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah.
Sebenarnya, iblis adalah musuh yang telah kalah, tetapi Rasul Petrus menasihati kita untuk senantiasa waspada dan berjaga-jaga.
Memang ia sudah dikalahkan oleh Yesus, tetapi bagaimana dengan peperangan kita saat ini?
Kita harus sadar bahwa musuh ini adalah makhluk yang sangat berpengalaman dalam menipu, sehingga ia dikenal sebagai Bapa Pembohong, Bapa Penipu, dan Bapa Pendusta.
Ketika kita tidak waspada dan berjaga-jaga, dia bisa menipu kita melalui berbagai cara dalam pencobaan.
Kita juga perlu menyadari bahwa dia pernah menjadi “guru” dan sahabat” kita ketika kita masih berdosa.
Dia mengetahui kesukaan, hobi, kejatuhan, dan keburukan kita, karena dulu memang dia mengajari kita melakukan dosa.
Oleh karena itu, Rasul Paulus menyaksikan:
Roma 7:21-23“Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.”
Dahulu, tubuh kita sangat terlatih untuk berbuat dosa. Batin atau hati nurani kita sebenarnya tidak ingin berbuat jahat, tetapi anggota tubuh kita dikuasai oleh keinginan daging, yaitu dosa.
Oleh karena itu, Rasul Paulus pernah menyatakan:
Roma 7:24-26 “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa.”
Itulah sebabnya kita perlu bertobat dan percaya kepada Yesus, serta mengalami kelahiran baru, supaya kita mengalami penciptaan kembali dan hidup yang baru:
2 Korintus 5:17“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”
Saudara, untuk mengalami kemenangan dalam peperangan rohani, rasul Paulus menganjurkan kita untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah.
Efesus 6:14-18“Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus”
Sangat penting bagi kita untuk menyimak senjata-senjata Allah ini: kebenaran sebagai ikat pinggang, keadilan sebagai baju zirah, pekerjaan pemberitaan Injil sebagai kasut kaki, iman sebagai perisai, keselamatan sebagai ketopong, dan Firman Allah sebagai pedang Roh.
Apakah Anda telah menggunakan seluruh perlengkapan senjata Allah ini?
Dengan demikian, Anda dapat mengatasi intimidasi si jahat, iblis, yang suka menggunakan tipu muslihat dan berbohong untuk membuat orang percaya menjadi ragu, bimbang, kuatir, bahkan takut.
Oleh karena itu, Rasul Paulus dengan jelas menggambarkan seluruh perlengkapan senjata Allah ini, supaya kita dapat meneliti, apakah kita sudah mengenakannya?
Jika belum, kenakanlah, agar Anda dapat berdiri tegak setelah menghadapi berbagai persoalan dalam hidup.
Haleluya, Puji Tuhan, Amin.
Apa yang dimaksud dengan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera?