Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Setelah Tuhan Yesus naik ke surga, apakah yang murid-murid lakukan?
Mengapa mereka memutuskan untuk bertekun dalam doa bersama?
“Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama…” (Kisah Para Rasul 1:14).
Setelah Yesus naik ke surga, murid-murid-Nya kembali ke Yerusalem seperti yang diperintahkan-Nya (Kisah Para Rasul 1:12).
Mereka berkumpul di sebuah ruang atas, bersama Maria (ibu Yesus) dan beberapa perempuan lain, total sekitar 120 orang (ayat 14).
Saat itu, mereka sedang menantikan janji Roh Kudus yang akan diberikan oleh Yesus.
Situasi mereka tidak mudah: Yesus sudah tidak ada secara fisik, dan masa depan mereka belum jelas.
Namun, alih-alih panik atau berselisih, mereka memilih untuk bersatu, bertekun, dan berdoa bersama.
Latar belakang ini menunjukkan bahwa doa bersama adalah respon iman di tengah ketidakpastian, sekaligus bentuk ketaatan pada perintah Tuhan.
Kisah Para Rasul 1:14 menekankan bahwa mereka semua “sehati dan sejiwa dalam doa.”
Ini bukan sekadar berkumpul atau membaca doa rutin, tetapi sebuah persekutuan yang intim dan tulus.
Mereka berbeda karakter (ada Petrus yang bersemangat, Tomas yang ragu, Maria yang setia), tapi perbedaan itu tidak menghalangi kesatuan hati.
Doa menjadi alat untuk menyelaraskan tujuan, menguatkan iman, dan mengingat janji Tuhan.
Kebersamaan mereka juga inklusif: perempuan dan laki-laki, mantan penjahat seperti Petrus, dan keluarga Yesus—semua sama di hadapan Tuhan.
Selama 10 hari, mereka terus-menerus berdoa dengan tekun.
Hasilnya? Pada hari Pentakosta, Roh Kudus turun dengan kuasa (Kisah Para Rasul 2:1-4), dan gereja lahir.
Doa bersama bukan hanya ritual, tetapi persiapan hati untuk mengalami karya Allah.
Ketika umat Tuhan bersatu dalam doa, ketakutan berubah menjadi keberanian, keraguan menjadi keyakinan, dan kelemahan menjadi kekuatan.
Doa sehati mereka menjadi fondasi gereja yang perkasa.
Kita saat ini perlu mencontoh ketekunan jemaat mula-mula dalam doa bersama.
Pertama, jadikan doa sebagai prioritas, bukan sekadar “acara tambahan.
Kedua, jaga kesatuan hati meski ada perbedaan pendapat.
Doa bersama bisa menjadi tempat untuk saling mengampuni dan menguatkan.
Ketiga, libatkan semua orang, agar doa mencerminkan keragaman tubuh Kristus.
Jika gereja bertekun dalam doa dengan sehati, kuasa Allah akan nyata, dan dunia melihat kasih-Nya melalui hidup kita.
Mari bangun gereja yang tak hanya sibuk beraktivitas, tetapi berakar dalam doa bersama—seperti murid-murid dulu—supaya Roh Kudus berkarya lebih dahsyat!
Diskusikan dengan pembimbingmu, bagaimana caranya doa yang sehati.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apakah yang dilakukan dengan harta yang mereka miliki?
Mengapa dalam jemaat mula-mula tidak ada yang kekurangan?
Apakah dampaknya kepada masyarakat sekitar?
“….Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” (Kisah Para Rasul 2:47).
Kisah Para Rasul 2:45-47 menggambarkan kehidupan jemaat mula-mula setelah turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta.
Setelah Petrus berkhotbah dan banyak orang bertobat, terbentuklah komunitas yang radikal dalam kasih dan persekutuan.
Masyarakat saat itu penuh dengan kesenjangan sosial, namun gereja mula-mula justru memilih hidup dalam kesatuan, saling memperhatikan, dan mengutamakan kebersamaan.
Mereka bukan hanya berkumpul untuk ibadah, tetapi menciptakan budaya di mana kepemilikan pribadi diserahkan untuk kebaikan bersama.
Latar belakang ini menunjukkan bahwa persekutuan yang sejati lahir dari respon iman akan karya Kristus dan kuasa Roh yang mengubah hati.
Ayat-ayat ini menekankan bahwa persekutuan jemaat mula-mula tidak berpusat pada kegiatan ibadah, melainkan pada tindakan nyata: berbagi harta, makan bersama, berdoa, dan bersukacita dengan tulus.
Mereka menjual harta untuk memastikan tidak ada yang kekurangan, menunjukkan bahwa persekutuan sejati menghancurkan batasan ekonomi dan status.
Kebersamaan mereka bersifat holistik—rohani, sosial, dan praktis.
Sukacita yang terpancar dari cara hidup ini membuat orang-orang di sekitar mereka “berbaik hati” (ayat 47).
Persekutuan seperti inilah yang menarik banyak orang, karena mencerminkan kasih Kristus yang terbuka bagi semua dan mengubahkan.
Kisah Para Rasul 2:47 mencatat bahwa gereja mula-mula “disukai semua orang,” dan Tuhan menambahkan jiwa-jiwa setiap hari.
Persekutuan mereka menjadi kesaksian hidup yang tak terbantahkan.
Ketika gereja hidup dalam kerendahan hati, kejujuran, dan kepedulian, dunia melihat perbedaan yang tak biasa.
Bukan program atau strategi yang menarik orang, tetapi ketulusan hubungan antar jemaat.
Mereka menjadi komunitas yang tidak hanya berbicara tentang kasih, tetapi menghidupinya, sehingga Injil menjadi relevan dan berkuasa.
Kita semua dipanggil untuk merefleksikan persekutuan yang sama. Ini berarti menciptakan ruang di mana anggota jemaat berani hidup transparan, saling mempercayai, dan aktif menanggung beban satu sama lain—baik secara materi, emosional, maupun rohani.
Gereja perlu melampaui rutinitas ibadah dengan membangun persekutuan yang intim, menggalang dana sosial untuk yang membutuhkan.
Persekutuan yang “disukai semua orang” hanya mungkin terjadi ketika gereja menjadi tanda kerajaan Allah: terbuka, penuh sukacita, dan menjawab pergumulan masyarakat.
Dengan demikian, gereja tidak hanya bertumbuh secara kuantitas, tetapi menjadi mercusuar kasih yang memuliakan Tuhan.
Mari kita wujudkan gereja yang tidak hanya berkumpul, tetapi seperti jemaat mula-mula, sehingga dunia melihat Kristus melalui cara kita mengasihi.
Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana caranya memberi membangun budaya gereja seperti gereja mula-mula.
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Apa yang dimaksud dengan Firman yang hidup, yang sudah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami?
Apa yang dilakukan para rasul terhadap Firman hidup itu?
Apa tujuan para rasul bersaksi tentang Firman hidup itu?
Persekutuan seperti apa yang dialami para rasul dan mereka ingin supaya semua orang yang mendengar kesaksian mereka juga mengalaminya?
Saudara, pada suatu hari Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa setiap orang yang percaya akan masuk dalam persekutuan, yaitu menjadi satu atau bersatu dengan Bapa dan Yesus Kristus:
Yohanes 14:20 “Pada waktu itulah kamu akan tahu, bahwa Aku di dalam Bapa-Ku dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.”
Efesus 3:17“sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih.”
Oleh karena itu Saudara, kesatuan orang percaya dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus, terjadi karena iman dari orang-orang percaya itu.
Rasul Yohanes menuliskan hal ini kepada jemaat mula-mula dalam suratnya:
1 Yohanes 1:3“Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.”
Oleh karena itu, jika kita ingin agar bangsa kita dipenuhi dengan kemuliaan Tuhan, maka tidak ada cara lain selain pergi dan memberitakan Kabar Baik kepada orang-orang di sekitar kita sehingga kita dapat membangun persekutuan dengan mereka.
Persekutuan kita dengan Bapa dan dengan Anak-Nya dapat kita bawa kepada orang-orang di sekitar kita sehingga mereka pun bersekutu dengan kita.
Akhirnya, mereka masuk ke dalam persekutuan dengan Bapa.
Haleluya, Puji Tuhan, Amin.
Apa yang menyebabkan bangsa kita sampai saat ini belum mengenal Yesus Kristus, Anak Allah yang hidup?
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
Mengapa tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan non-Yahudi?
Apa yang akan dialami oleh orang-orang yang berseru kepada nama Tuhan?
Apa yang bisa menyebabkan seseorang berseru kepada nama Yesus Kristus?
Setiap orang percaya telah diutus oleh Yesus Kristus. Oleh perintah siapa mereka diutus, dan ke mana mereka diutus oleh Yesus Kristus?
Saudara, ketika Yesus Kristus hendak meninggalkan murid-muridNya, Dia telah menyiapkan mereka dan mengeluarkan perintah-Nya kepada mereka, yaitu perintah untuk pergi mengabarkan Injil keselamatan.
Kisah Para Rasul 1:8“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”
Perintah ini dikenal sebagai Amanat Agung Kristus, perintah penting dan utama dalam perluasan Kerajaan Allah.
Perintah ini juga berkaitan dengan hari kedatangan Kristus yang kedua kalinya.
Matius 24:14“Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.”
Perluasan dan pelebaran Kerajaan Allah sangat bergantung pada ketaatan para murid dalam mengikuti dan mentaati perintah Yesus Kristus.
Rasul Paulus adalah seorang rasul yang sangat giat dalam meluaskan Kerajaan Allah.
Dia memulai ketika Dia berada di Damsyik, saat baru menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Sejak mengenal dan menerima Yesus Kristus, dia terus aktif memberitakan kematian dan kebangkitan Yesus untuk menyelamatkan seluruh dunia.
Saudara, untuk memberitakan Injil sangat diperlukan pemahaman tentang Injil Kristus, agar kita bisa menyampaikannya kepada banyak orang dan juga dibutuhkan keberanian, belas kasihan dan kuasa Roh Kudus.
Ketika seseorang dipenuhi Roh Kudus, maka ia akan digerakkan untuk memberitakan Injil karena belas kasihan Allah menguasai dirinya.
Saudara, masih banyak orang yang belum mendengar Injil kebenaran dan keselamatan.
Hal ini terbukti dari fakta bahwa ada sekitar dua ratus juta jiwa di Indonesia yang belum percaya kepada Yesus Kristus.
Nabi Yesaya pernah menuliskan firman Tuhan Yahwe bagi hamba-Nya yang saat itu hanya melayani orang-orang Yahudi.
Mereka mencurahkan segalanya hanya untuk melayani orang Yahudi saja. Tentang hal ini, Yesaya menuliskan:
Yesaya 49:6“Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.”
Tuhan Yahwe menghendaki agar bukan hanya orang Yahudi atau bangsa Israel saja yang mengenal Dia, tetapi Dia ingin memperkenalkan keselamatan dari-Nya kepada semua bangsa, suku, kaum dan bahasa.
Untuk mencapai apa yang Allah Bapa (Yahwe) kehendaki dan rencanakan, maka sangatlah penting bagi gereja di Indonesia dan setiap orang percaya untuk memahami rencana dan kerinduan kehendak-Nya.
Dengan demikian, seluruh orang percaya dapat bersekutu untuk melakukan memberitakan Injil keselamatan atau kabar baik agar kerinduan hati Bapa dapat terlaksana.
Saudara, apa yang Tuhan Allah rencanakan atau kehendaki pasti akan terealisasi dan terjadi sesuai dengan kehendak-Nya.
Entah saudara ikut atau tidak dalam persekutuan itu, Tuhan tetap akan menggenapi rencana dan kehendak-Nya.
Rasul Yohanes dalam penglihatannya di Pulau Patmos telah diberi penglihatan tentang apa yang akan terjadi pada akhir zaman.
Dia melihat bahwa di surga nanti akan berkumpul sejumlah orang yang tidak terhitung jumlahnya berdiri di hadapan takhta Anak Domba berasal dari segala bangsa, suku, kaum dan bahasa.
Hal ini dituliskannya dalam kitab Wahyu kepada jemaat Yesus Kristus:
Wahyu 7:9“Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.”
Saudara, itulah sebabnya Tuhan menghendaki agar kita membangun persekutuan-persekutuan orang percaya (gereja atau jemaat) untuk memberitakan Kabar Baik.
Haleluya, Puji Tuhan, Amin.
Mengapa setelah lebih dari dua ribu tahun, Kabar Baik belum juga sampai kepada seluruh bangsa, suku dan bahasa di negeri kita ini?