YESUS ADALAH ROTI HIDUP
Penulis : Pdt. Saul Rudy Nikson

Pembacaan Alkitab Hari ini :
YOHANES 6:48-58
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.

- Apa perbedaan mendasar antara “roti” yang dimakan nenek moyang (manna) dengan “Roti Hidup” yang Yesus tawarkan?
- Mengapa Yesus menggunakan gambaran yang begitu keras dan fisik (“makan daging-Ku”, “minum darah-Ku”) untuk menggambarkan hubungan dengan-Nya?
- Apa konsekuensi praktis dalam hidup sehari-hari jika kita sungguh-sungguh percaya bahwa Yesus adalah “Roti Hidup” yang kita butuhkan?

“Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya”. (Yohanes 6:58).
Perikop ini adalah klimaks dari pengajaran Yesus di sinagoga Kapernaum setelah mujizat memberi makan 5000 orang.
Orang banyak mencari Yesus terutama untuk roti jasmani lagi.
Yesus menegaskan bahwa Dia adalah “roti hidup” yang turun dari surga, jauh melebihi manna di padang gurun.
Ayat 48-58 merupakan respons langsung terhadap keraguan dan pertentangan orang Yahudi yang terkejut dan tersinggung dengan klaim Yesus.
Di sini, Yesus memperdalam makna metafora “Roti Hidup” dengan bahasa yang lebih tegas dan radikal tentang makan daging dan minum darah-Nya.
Yesus memulai dengan pernyataan tegas: “Akulah roti hidup”.
Ini bukan sekadar perumpamaan, tetapi pengakuan tentang identitas dan misi ilahi-Nya.
Ia menegaskan kontras mutlak: nenek moyang Israel makan manna (roti dari surga jenis pertama) dan tetap mati secara rohani (ay. 49).
Namun, Dia adalah “roti yang turun dari surga” (ay. 50) yang jenis baru dan sejati.
Siapa saja yang “makan roti ini” – yaitu percaya dan menerima Dia – “akan hidup selama-lamanya” (ay. 51a).
Roti ini adalah “daging-Ku”, yang diberikan Yesus “untuk hidup dunia”, menunjuk pada korban penebusan-Nya di kayu salib.
Yesus adalah satu-satunya sumber hidup kekal yang berasal dari surga.
Kata-kata Yesus menjadi sangat gamblang dan mengejutkan: “Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Tuntutan untuk “makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya”adalah gambaran yang kuat dan kontroversial.
Ini melambangkan
1) Penerimaan Penuh, Bukan sekadar mengagumi, tetapi menerima sepenuhnya pribadi dan karya Yesus (kematian-Nya yang mencurahkan darah bagi pengampunan dosa) ke dalam hidup kita.
2) Ketergantungan Mutlak: Seperti makanan jasmani menjadi sumber tenaga dan hidup fisik, demikian pula persekutuan intim dengan Kristus melalui iman adalah sumber hidup rohani dan kekal.
3) Persatuan yang Mendalam: “Tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia”.
Hubungan makan-minum ini menghasilkan persekutuan yang erat dan saling tinggal antara orang percaya dengan Kristus, menjadi sumber hidup yang berkelanjutan.
Pengakuan Yesus sebagai “Roti Hidup” menuntut respons yang konkret dalam hidup kita:
1) Mengakui Kelaparan Rohani: Seperti tubuh membutuhkan makanan, Kita harus jujur bahwa hanya Kristus yang dapat mengisi kelaparan itu.
2) Menerima dengan Iman: “Makan” dan “minum” Yesus berarti datang kepada-Nya dalam iman, mempercayai bahwa kematian dan kebangkitan-Nya saja yang memberi kita hidup kekal.
3) Hidup dalam Ketergantungan dan Persekutuan dengan Tuhan : Seperti kita makan setiap hari, kita perlu “mengunyah” Firman Tuhan (Alkitab) dan bersekutu dengan-Nya dalam doa secara teratur.
Perjamuan Kudus menjadi peringatan yang kaya akan makna ini – mengingat tubuh dan darah Kristus yang dikorbankan bagi kita.
4) Menjadi jawaban bagi Sesama: Menyadari diri kita sendiri hidup karena “Roti Hidup”, kita terdorong untuk membagikan Kristus dan hidup yang kita terima kepada orang lain yang masih lapar.

Diskusikan dalam kelompok PA saudara, apakah makna perjamuan kudus dengan pernyataan Yesus roti hidup.
Pembacaan Alkitab Setahun
Amsal 19-21