MURID YANG SALING MENGASIHI

Penulis : Pdt. Saul Rudy Nikson

This image has an empty alt attribute; its file name is D1.png

Pembacaan Alkitab Hari ini : 

YOHANES 15:9-17

Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.

This image has an empty alt attribute; its file name is D2.png
  1. Kasih seperti apa yang harus dipraktikkan murid-murid?
  2. Kasih seperti Yesus, seperti apakah itu ?
  3. Apakah saudara sudah mengasihi seperti Yesus mengasihi?
This image has an empty alt attribute; its file name is D3.png

Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” (Yohanes 15:12).

Yohanes 15:9-17 adalah kelanjutan dari Khotbah Perpisahan Yesus, diucapkan sesaat sebelum penangkapan dan penyaliban-Nya.

Setelah menegaskan pentingnya “tinggal dalam Dia”, Yesus kini menekankan kasih sebagai buah utama dari hubungan tersebut.

Konteksnya adalah persiapan murid-murid menghadapi dunia yang akan membenci mereka.

Yesus ingin memastikan bahwa identitas dan misi mereka berakar pada kasih-Nya yang radikal.

Dalam budaya Yahudi, kasih sering dikaitkan dengan ketaatan pada hukum Taurat, tetapi Yesus mentransformasi maknanya: kasih bukan sekadar kewajiban, melainkan pola hidup yang meneladani pengorbanan-Nya. 

Yesus berkata, “Kasihilah seorang akan yang lain, seperti Aku telah mengasihi kamu”.

Kata “seperti” (Yunani. kathōs) menetapkan standar kasih yang tak terbantahkan: kasih yang rela berkorban sampai mati.

Ini bukan sekadar perasaan, tetapi tindakan nyata untuk kebaikan orang lain.

Yesus juga mengaitkan kasih dengan ketaatan dan persahabatan.

Sebagai “sahabat,” murid-murid diajak masuk ke dalam rencana Allah dan dipanggil untuk menghasilkan buah yang tetap, yaitu hidup yang berdampak kekal melalui kasih yang aktif. 

Mengasihi seperti Yesus berarti: 

1) hubungan: Kasih-Nya bersifat personal dan inisiatif (“Aku yang memilih kamu”).

2) Tanpa syarat: Yesus mengasihi murid-murid sebelum mereka layak.

3)  Berkorban: Kasih-Nya mencapai puncaknya di kayu salib (“memberikan nyawa-Nya bagi sahabat-sahabat-Nya”).

4)  Mengubah: Kasih ini memerdekakan dari egoisme dan membentuk murid menjadi saluran berkat bagi dunia. 

Ini adalah kasih agape—bukan tentang perasaan, tetapi komitmen untuk memberi diri sepenuhnya, bahkan kepada yang tidak “mengundang” kasih itu. 

Di dunia yang mengagungkan kasih yang instan, romantisme, atau transaksional, Yesus memanggil kita untuk: 

1) Mengasihi musuh,  dengan doa dan tindakan.

2) Mengutamakan orang tersingkir melalui pelayanan praktis (memberi makan orang di jalanan, pelayanan anak Raja.

3) Bersedia kehilangan kenyamanan demi menyatakan kasih, seperti meninggalkan gengsi untuk meminta maaf atau membagikan harta kepada yang membutuhkan.

Tantangan terbesar adalah melepaskan hak untuk dibalas, dihargai, atau dimengerti.

Kuasa untuk mengasihi seperti Dia datang dari keintiman dengan-Nya.

Murid sejati bukanlah yang sempurna, tetapi yang setiap hari belajar berkata, “Tuhan, ajarlah aku mengasihi dengan cara-Mu, bukan caraku.”

Diskusikan dalam kelompok PA, bagaimana mengasihi orang yang telah mengecewakan kita.

Pembacaan Alkitab Setahun

Mazmur 32-35