MURID RELA MELEPASKAN DIRINYA DARI SEGALA MILIKNYA

Penulis : Pdt. Saul Rudy Nikson

This image has an empty alt attribute; its file name is D1.png

Pembacaan Alkitab Hari ini : 

LUKAS 14:25-33

Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.

This image has an empty alt attribute; its file name is D2.png
  1. Apakah yang dimaksud membenci bapanya, ibunya, istrinya?
  2. Apakah yang dimaksud memikul salib ?
  3. Mengapa harus melepas segala milik demi mengikut Yesus?
This image has an empty alt attribute; its file name is D3.png

“….Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku..” (Lukas 14:33).

Perikop ini terjadi ketika Yesus dalam perjalanan ke Yerusalem, dikelilingi orang banyak yang penuh semangat namun mungkin belum memahami konsekuensi mengikut Dia.

Yesus mengejutkan mereka dengan syarat radikal: “Barangsiapa tidak membenci…” bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku”.

Kata “membenci” adalah hiperbola yang menekankan bahwa mengikut Kristus harus menjadi prioritas tertinggi, melampaui segala ikatan manusiawi, termasuk harta, status, atau keamanan diri.

Konteks budaya Yahudi saat itu menganggap keluarga dan harta sebagai identitas utama, sehingga perkataan Yesus ini mengguncang nilai-nilai duniawi yang dipegang teguh. 

Yesus menggambarkan komitmen sebagai murid melalui dua analogi: seorang pembangun menara yang menghitung biaya dan raja yang menilai kekuatan sebelum berperang.

Keduanya menegaskan bahwa mengikut Dia bukanlah keputusan sembrono, melainkan kesadaran untuk melepaskan segala milik—baik harta, ambisi, hubungan, maupun kendali atas hidup sendiri.

“Milik” di sini tidak terbatas pada materi, tetapi mencakup segala hal yang kita anggap sebagai “hak” atau “identitas” yang bisa bersaing dengan loyalitas kepada Kristus. 

Esensi murid sejati adalah kesediaan untuk kehilangan demi memperoleh yang kekal -Filipi 3:7-8.

Yesus tidak memaksa, tetapi menawarkan pilihan jujur: ikut Dia dengan seluruh konsekuensinya, atau tetap terikat pada apa yang fana.

Hubungan dengan Tuhan harus menjadi pusat, sehingga segala sesuatu lain—bahkan yang baik seperti keluarga atau pekerjaan—ditempatkan dalam perspektif iman. Ini adalah undangan untuk hidup dalam kebebasan sejati, di mana kita tidak lagi diperhamba oleh apa pun selain Kristus.

Di dunia yang mendewakan kepemilikan materi, pencapaian karier, dan pengakuan sosial, menjadi murid Kristus menuntut keberanian untuk melepaskan.

Melepaskan mungkin berarti:  hidup sederhana dan murah hati bagi sesama, mempercayai rencana Tuhan di tengah ketidakpastian, mengakui bahwa hidup ini bukan tentang diri sendiri.

Namun, di balik pelepasan ini, janji Yesus nyata: “Tidak ada seorang pun yang telah meninggalkan rumah… karena Kerajaan Allah, yang tidak akan menerima kembali berlipat ganda pada masa ini, dan pada zaman yang akan datang hidup yang kekal”(Lukas 18:29-30).

Murid sejati adalah mereka yang, seperti Abraham, berani pergi tanpa tahu tujuannya—karena percaya bahwa yang dijanjikan Tuhan lebih berharga daripada segala yang ditinggalkan.

Diskusikan dalam kelompok PA, pengalaman melepaskan hal dan jaminan Tuhan menggantikan apa yang kita lepaskan demi Dia.

Pembacaan Alkitab Setahun

Mazmur 17-20