JEMAAT YANG SEHATI DAN SEJIWA
Penulis : Bernard Tagor

Pembacaan Alkitab Hari ini :
KISAH PARA RASUL 4:32-37
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.

- Ketika Roh kudus turun, apa yang terjadi atas kumpulan orang yang telah percaya itu? (ayat 32)
- Apa dampak yang terjadi dalam kumpulan jemaat, pada saat itu (ayat 33)
- Adakah diantara kumpulan jemaat yang kekurangan, pada saat jemaat saling berbagi? (ayat 34a)
- Mengapa pemberian yang diperoleh diantara jemaat diserahkan pada rasul-rasul? (ayat 35)

Pada saat peristiwa pentakosta terjadi, dimana terjadi pencurahan Roh Kudus turun atas para Rasul, mereka dengan berani memberitakan Firman Allah yang kemudian berdampak kepada pertambahan jumlah jemaat yang percaya kepada Kristus Yesus.
Kepercayaan kepada Firman Allah-lah yang membuat jemaat mula-mula bisa sehati dan sejiwa diantara mereka.
Apakah zaman sekarang sehati dan sejiwa diantara jemaat yang percaya kepada Kristus masih relevan? Ya, masih relevan.
Namun kita dengan jujur mengatakan bahwa hal tersebut tidak mudah dan tidak banyak kita temukan sekelompok orang beriman atau jemaat yang sehati dan sejiwa seperti kehidupan jemaat mula-mula.
Kita harus paham dan sadar bahwa Firman Allah-lah yang mempersatukan kita.
Kita tidak lagi fokus kepada perbedaan, seperti beda usia, beda jenis kelamin, beda senioritas dalam ikut Tuhan, perbedaan ekonomi, perbedaan status sosial.
Tetapi kita harus lebih fokus kepada kesatuan tubuh, roh, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua (Lihat Efesus 4:4-6).
Jika kita mengetahui bahwa Firman Allah yang sudah mempersatukan kita, maka jemaat otomatis memiliki gaya hidup memberi.
Memberi dengan apa yang kita miliki. Itu adalah salah satu tanda perwujudan kesehatian dalam jemaat.
Jadi tidak mungkin orang benar atau jemaat yang percaya kepada Firman Allah tidak mau berbagi kepada jemaat yang tidak mampu.
Namun perlu diingat, prinsip cara hidup berbagi pada era jemaat mula-mula bukan merupakan suatu keharusan atau sesuatu yang dipaksakan tetapi murni berdasarkan hati yang sukarela.
Dan prinsip berbagi tersebut bukan berbicara “kesamarataan, tetapi berbicara keseimbangan.”
Artinya biarpun ada jemaat yang kaya menjual harta miliknya, namun itu tidak berarti seluruh harta miliknya juga di jual untuk orang yang membutuhkan, tetap orang kaya tersebut masih memiliki harta lainnya.
Begitu pula dengan orang yang kurang mampu tidak menuntut agar orang yang mampu atau orang kaya memberi dan membagikan seluruh harta mereka, agar orang yang kurang mampu itu menjadi sama dengan orang yang mampu.
Orang yang memiliki banyak harta harus ingat, bahwa mereka harus juga memberi lebih banyak dibandingkan orang yang kurang mampu.
Agar terjadi “keseimbangan, tidak ada seorangpun yang berkekurangan diantara mereka” (lihat Kisah Para Rasul 4:34a).
Kemana sebaiknya kita membagikan atau menyerahkan harta milik kita?
Bisa langsung kepada orang, jemaat yang membutuhkan disekitar kita, anggota PA, anggota persekutuan atau jemaat kita.
Namun pada konteks ayat yang kita baca (lihat Kisah Para Rasul 4:35) jemaat mula-mula meletakkan di depan kaki rasul-rasul.
Hal itu dimaksudkan bukan untuk memperkaya para rasul atau hamba Tuhan, gereja, namun agar pemberian seluruh jemaat dapat dikelola dengan baik, bijaksana dan rapi untuk dibagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluan jemaat.
Selain itu juga untuk menghindari “dominasi dan ketergantungan” si pemberi terhadap orang yang di beri.
Jadi dengan demikian terhindarkan orang-orang yang memiliki harta banyak untuk dianggap “orang yang paling berjasa” untuk jemaat yang kurang mampu.

Diskusikan dengan kelompok PA dan persekutuan kita. Sesuai dengan perikop ayat renungan yang kita baca hari ini, apakah kita sudah belajar dan rela hati memberi dengan harta yang kita miliki, sebagai perwujudan bahwa kita sudah sehati dan sejiwa dengan anggota tubuh Kristus yang memerlukan?
Pembacaan Alkitab Setahun
1 Tawarikh 25-27