PAHLAWAN IMAN
Penulis : Pdt. Robinson Saragih
Pembacaan Alkitab Hari ini :
IBRANI 11:32-34
Bacalah bagian Firman ini utuh dalam perikopnya, berulang-ulang, supaya Anda dapat mengikuti jalan ceritanya, dapat menangkap arti yang dikandungnya.
- Mengapa penulis Kitab Ibrani mengatakan bahwa ia akan kekurangan waktu untuk menuliskan cerita-cerita tentang pahlawan iman?
- Apa yang dialami oleh Daud sebagai seorang yang beriman dan percaya kepada Tuhan?
- Apa yang dialami oleh pahlawan-pahlawan iman dalam kehidupan mereka?
- Mengapa para ibu-ibu menerima kembali anak-anak mereka yang sudah mati?
Saudara, dalam Kitab Ibrani pasal sebelas, diceritakan bagaimana para pahlawan iman hidup berdasarkan iman mereka dan bagaimana Tuhan Allah sangat mengasihi mereka.
Apa yang dituliskan oleh penulis Kitab Ibrani adalah benar.
Ibrani 11:1 ”Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”
Ibrani 11:6 ”Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.”
Tanpa iman, tidak ada seorang pun yang dapat berkenan kepada Allah.
Karena imannya, manusia sangat dihargai dan dicintai oleh Tuhan Allah.
Seorang pahlawan iman yang dikenal sebagai bapak orang beriman adalah Abraham.
Ketika Tuhan Allah memerintahkannya untuk keluar dari rumah ayahnya dan dari sanak keluarganya, bahkan untuk meninggalkan negerinya dia tidak berdiskusi atau mengajukan pertanyaan kepada Tuhan Allah, dia keluar dan pergi mengembara ke negeri yang belum dikenalnya.
Kejadian 12:1-3 ”Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”
Saudara, tanpa berdiskusi atau bertanya kepada keluarganya maupun kolega-koleganya, Abram pergi meninggalkan sanak familinya.
Oleh karena janji-janji Tuhan Allah dan perintah untuk pergi, Abraham menaati perintah Tuhan.
Apa yang mendorongnya untuk menaati perintah Tuhan Allah?
Seorang laki-laki yang sudah berumur tujuh puluh lima tahun akan menjadi bangsa yang besar, tetapi istrinya, Sara adalah seorang perempuan mandul.
Apa yang mendorong Abram untuk bertindak keluar dari negeri dan sanak keluarganya?
Rasul Paulus menuliskan suratnya kepada jemaat di Roma, mengungkapkan suatu kebenaran yang menjadi dasar tindakan Abram:
Roma 4:18-21 ”Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.”
Saudara, oleh karena iman, Abraham dibenarkan oleh Tuhan Allah, meskipun kita tahu bagaimana Abraham berbohong dan mengawini pembantu istrinya yaitu Hagar.
Namun, di hadapan Tuhan Allah dia sangat dimuliakan oleh Tuhan Allah.
Miliaran manusia hari ini mengaku sebagai anak Abraham. Semua orang yang percaya kepada keesaan Tuhan atau ketunggalan-Nya disebut orang beriman.
Tuhan Allah yang sangat baik itu sangat menghargai Abraham.
Tuhan Allah memilih Abraham karena dia mempercayai Tuhan.
Kita dapat belajar mengenai proses pertumbuhan iman Abraham yang jelas dituliskan oleh Tuhan Allah melalui nabi dan para rasul-Nya.
Musa menuliskan kisah Abraham dengan Firaun, raja Mesir:
Kejadian 12:10-20 ”Ketika kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir untuk tinggal di situ sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri itu. Pada waktu ia akan masuk ke Mesir, berkatalah ia kepada Sarai, isterinya: “Memang aku tahu, bahwa engkau adalah seorang perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup. Katakanlah, bahwa engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab engkau.” Sesudah Abram masuk ke Mesir, orang Mesir itu melihat, bahwa perempuan itu sangat cantik, dan ketika punggawa-punggawa Firaun melihat Sarai, mereka memuji-mujinya di hadapan Firaun, sehingga perempuan itu dibawa ke istananya. Firaun menyambut Abram dengan baik-baik, karena ia mengingini perempuan itu, dan Abram mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta. Tetapi TUHAN menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi istananya, karena Sarai, isteri Abram itu. Lalu Firaun memanggil Abram serta berkata: “Apakah yang kauperbuat ini terhadap aku? Mengapa tidak kauberitahukan, bahwa ia isterimu? Mengapa engkau katakan: dia adikku, sehingga aku mengambilnya menjadi isteriku? Sekarang, inilah isterimu, ambillah dan pergilah!” Lalu Firaun memerintahkan beberapa orang untuk mengantarkan Abram pergi, bersama-sama dengan isterinya dan segala kepunyaannya.”
Musa juga menuliskan kisah Abraham dengan Abimelek, raja Gerar:
Kejadian 20:1-7 ”Lalu Abraham berangkat dari situ ke Tanah Negeb dan ia menetap antara Kadesh dan Syur. Ia tinggal di Gerar sebagai orang asing. Oleh karena Abraham telah mengatakan tentang Sara, isterinya: “Dia saudaraku,” maka Abimelekh, raja Gerar, menyuruh mengambil Sara. Tetapi pada waktu malam Allah datang kepada Abimelekh dalam suatu mimpi serta berfirman kepadanya: “Engkau harus mati oleh karena perempuan yang telah kauambil itu; sebab ia sudah bersuami.” Adapun Abimelekh belum menghampiri Sara. Berkatalah ia: “Tuhan! Apakah Engkau membunuh bangsa yang tak bersalah? Bukankah orang itu sendiri mengatakan kepadaku: Dia saudaraku? Dan perempuan itu sendiri telah mengatakan: Ia saudaraku. Jadi hal ini kulakukan dengan hati yang tulus dan dengan tangan yang suci.” Lalu berfirmanlah Allah kepadanya dalam mimpi: “Aku tahu juga, bahwa engkau telah melakukan hal itu dengan hati yang tulus, maka Akupun telah mencegah engkau untuk berbuat dosa terhadap Aku; sebab itu Aku tidak membiarkan engkau menjamah dia. Jadi sekarang, kembalikanlah isteri orang itu, sebab dia seorang nabi; ia akan berdoa untuk engkau, maka engkau tetap hidup; tetapi jika engkau tidak mengembalikan dia, ketahuilah, engkau pasti mati, engkau dan semua orang yang bersama-sama dengan engkau.”
Saudara, pergumulan Abraham mengenai anaknya juga menghasilkan riwayat yang sangat panjang.
Sejak kasus itu hingga hari ini, selalu ada suasana yang memicu keributan.
Riwayat Abraham dengan gundiknya, Hagar, yang menghasilkan anak Ismael juga dituliskan oleh Musa dalam kitabnya:
Kejadian 16:1-16 ”Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya. Berkatalah Sarai kepada Abram: “Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak.” Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai. Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, –yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan–,lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya. Abram menghampiri Hagar, lalu mengandunglah perempuan itu. Ketika Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka ia memandang rendah akan nyonyanya itu. Lalu berkatalah Sarai kepada Abram: “Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang rendah akan aku; TUHAN kiranya yang menjadi Hakim antara aku dan engkau.” Kata Abram kepada Sarai: “Hambamu itu di bawah kekuasaanmu; perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik.” Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari meninggalkannya. Lalu Malaikat TUHAN menjumpainya dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke Syur. Katanya: “Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu?” Jawabnya: “Aku lari meninggalkan Sarai, nyonyaku.” Lalu kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: “Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya.” Lagi kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: “Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya.” Selanjutnya kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: “Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab TUHAN telah mendengar tentang penindasan atasmu itu. Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya.” Kemudian Hagar menamakan TUHAN yang telah berfirman kepadanya itu dengan sebutan: “Engkaulah El-Roi.” Sebab katanya: “Bukankah di sini kulihat Dia yang telah melihat aku?” Sebab itu sumur tadi disebutkan orang: sumur Lahai-Roi; letaknya antara Kadesh dan Bered. Lalu Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abram dan Abram menamai anak yang dilahirkan Hagar itu Ismael. Abram berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya.”
Saudara, pertumbuhan iman Abraham diuji oleh Tuhan. Tuhan meminta agar Ishak, anaknya, dipersembahkan sebagai korban bakaran dan Abraham menaati perintah Tuhan Allah tersebut.
Abraham menyediakan segala sesuatu untuk upacara persembahan korban bakaran termasuk kayu bakar, api, dan belati.
Pengorbanan ini dilakukan di sebuah gunung di daerah Moria yang berjarak tiga hari perjalanan.
Kejadian 22:7-19 ”Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: “Bapa.” Sahut Abraham: “Ya, anakku.” Bertanyalah ia: “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Sahut Abraham: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api. Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: “Abraham, Abraham.” Sahutnya: “Ya, Tuhan.” Lalu Ia berfirman: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya. Dan Abraham menamai tempat itu: “TUHAN menyediakan”; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: “Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.” Untuk kedua kalinya berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepada Abraham, kata-Nya: “Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri–demikianlah firman TUHAN–:Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku.” Kemudian kembalilah Abraham kepada kedua bujangnya, dan mereka bersama-sama berangkat ke Bersyeba; dan Abraham tinggal di Bersyeba.”
Saudara, suatu teladan yang bisa kita ambil dari pahlawan iman ini adalah kejujuran dan kepercayaannya yang total, karena Abraham telah mengenal Tuhan Allah yang Maha Baik yang kasih-Nya tidak terbatas dan tidak bersyarat.
Haleluya, Puji Tuhan, Amin!
Bagaimana pertumbuhan imanmu? Apakah ada kekuatiran, kecemasan, atau bahkan ketakutan? Apa penyebab munculnya persoalan tersebut?
Pembacaan Alkitab Setahun
Kisah para Rasul 1-3